Majelis Pustaka dan Informasi - Persyarikatan Muhammadiyah

Majelis Pustaka dan Informasi
.: Home > Artikel

Homepage

Menyongsong Kopdarnas Literasi: MENGGUGAT RELAKSASI LITERASI

.: Home > Artikel > Majelis
03 Desember 2017 00:22 WIB
Dibaca: 1476
Penulis : Ika Faztin Cahyanti

 

 

Pemerintah melalui Kementrian Keuangan berencana menaikkan dana pendidikan Rp 144 triliun tahun 2018 mendatang. Namun, apakah anggaran sebesar itu mampu mengubah wajah pendidikan negeri ini. Relaksasi literasi bukan cerita baik untuk  pendidikan Indonesia. Indeks pembangunan manusia harus meningkat seiring  dengan anggaran pendidikan yang luar biasa banyak.

 

Berdasarkan survei lembaga internasional, budaya literasi masyarakat Indonesia sangat rendah. Programme for International Student Assessment (PISA) menyebut, budaya literasi masyarakat  Indonesia pada tahun 2012 terburuk kedua dari 65 negara. Indonesia menempati urutan ke 64 dari 65 negara yang diteliti. Data statistik UNESCO 2012 mengatakan, minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000 penduduk, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca.

 

Di kalangan masyarakat ada indikasi terjadi krisis kepercayaan pada arti penting literasi. Pejabat dan birokrat pendidikan tidak paham tentang literasi itu sendiri. Bisa dibayangkan, apa yang akan terjadi jika krisis literasi tidak segera ditingkatkan kembali.

 

Budaya Literasi

Budaya literasi merupakan jantung kemampuan siswa untuk belajar dan berhasil di sekolah. Juga dalam menghadapi tantangan masa depan. Berdasarkan data BPS, jumlah waktu yang digunakan anak Indonesia dalam menonton televisi adalah 300 menit per hari. Jumlah yang terlalu besar dibandingkan anak-anak di Amerika hanya 100 menit per hari dan Kanada 60 menit per hari. Hal ini melemahkan minat membaca dan menulis siswa Indonesia.

 

Media saat ini mudah mempengaruhi dan memiliki kemampuan memanipulasi informasi. Masyarakat harus menganalisis informasi secara aktif, selektif, dan kritis dalam menggunakan media serta memelah informasi. Lakukan konfirmasi dengan mengecek kebenaran informasi yang diterima dari berbagai sudut pandang, agar dapat menyimpulkan informasi yang diperoleh adalah fakta atau tidak jelas kebenarannya. Renungkan sebelum menyebar informasi, ketahui dampak dari informasi tersebut apakah bermanfaat atau tidak. Sebarkan informasi jika bermanfaat dan menghargai hak cipta dengan mencantumkan sumber informasi. Abaikan informasi apabila informasi tersebut bohong, sara, serta dapat menimbulkan permusuhan.

 

Keluarga merupakan pilar penting dalam upaya peningkatan literasi. Edukasi keluarga diharapkan mampu memberikan kesadaran akan pentingnya budaya literasi. Selama ini orang tua cenderung acuh terhadap anak-anak. Bahkan fakta yang ada orang tua buta tentang literasi.  Edukasi keluarga harus dilakuakan oleh setiap individu yang mengerti literasi. Edukasi menggunakan sistem Parenting program merupakan cara mandiri untuk meningkatkan literasi. Dimana pendidikan dilaksanakan oleh keluarga dan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dalam keluarga serta lingkungannya.

 

Peran Penggerak Literasi

Dari hasil evaluasi Dinas Pendidikan provinsi Jawa Barat ditemukan beberapa permasalahan di sekolah perintis se-Jawa Barat. Maka tugas pegeraklah yang turut menentukan keberhasilan program literasi. Peran pegerak dalam program literasi sangat penting. Jadi, jika literasi ingin bergerak maka pegerak harus bergerak.

 

Pegerak literasi perlu sungguh-sungguh mendorong kembali budaya literasi untuk memacu kemajuan literasi. Ketekunan dan kecerdasan pegerak literasi perlu dibuktikan. Selain mengedukasi masyarakat tentang pentingnya literasi, motivasi adalah salah satu hal yang tidak boleh dilupakan. Lemahnya kesadaran karena kurang edukasi, lemahnya edukasi karena tidak ada motivasi. Selain bekerja membangun relasi dari berbagai pihak, pegerak literasi harus aktif dan mandiri. Berani menggerakkan budaya literasi dari berbagai lini. Komunitas membaca, komunitas menulis, hingga mendirikan taman literasi perlu dibuktikan dan dipertahankan konsistensinya.

 

Dilangsir dari artikel pegerak literasi, bahwa pegerak literasi memiliki peran sentral sebagai promotor perubahan menjadi lebih baik, tentu harus memikirkan jalan keluar terbaik sebagai pabrik Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni. Tugas ini tidak memojokkan instansi terkait saja, melainkan bersama-sama bergerak. Mengingat edukasi literasi adalah tugas bersama, sudah saatnya mendayung sampan bersama-sama agar bisa berkelok dan sampai di pantai harapan yang menjadi tujuan. Dalam usahan ini perlu ditonggakkan bersama-sama pendidikan yang literet, yaitu adanya kesadaran yang kuat, pemahaman yang kuat, dan pemaknaan yang mendalam akan berbagai hal. Pendidikan dan bersama-sama, menyusun cara agar dapat meraih hasil terbaik. Adapun beberapa solusi yang dapat ditempuh dalam mewujudkan pendidikan yang literet antara lain sebagai berikut; menumbuhkan budaya literasi di setiap kehidupan, pendidikan perlu mendalami literasi sebagai dayung perubahan, pendidikan juga perlu mendalami literasi sebagai proses kesadaran, dan meyakini melalui literasi dapat menemukan kedamaian.

 

Konsistensi Pemerintah

Konsistensi pemerintah dalam berbenah untuk memperbaiki pendidikan sangat penting sebagai upaya meningkatkan budaya literasi. Ironisnya, banyak guru dan birokrat pendidikan termasuk pejabat tidak paham perihal literasi. Akibatnya, literasi tidak menjadi bagian dari kurikulum pendidikan. Anak-anak cenderung banyak mendengarkan. Kurang membaca dan enggan menulis. Pemerintah agaknya perlu membertimbangkan masalah ini untuk dikaji kembali.

 

Selain itu, fasilitas baca Perpustakaan Daerah perlu ditingkatkan. Memperbaiki insfrastuktur yang sudah tidak layak serta memperbaiki ruangan-ruangan yang rusak. Berbenah untuk kenyamanan para pengunjung. Program perpustakaan keliling ke setiap sekolah-sekolah bertujuan untuk mengajak anak-anak sekolah datang keperpustakaan adalah model langkah yang bisa diimplementasikan. Semua elemen pemerintah harus bekerja sama agar mendapatkan lebih banyak pengunjung, tidak cukup hanya pihak Perpustakaan Daerah saja.

 

Program untuk meningkatkan minat baca dan tulis masyarakat melalui gerakan budaya literasi kota seperti di Surabaya perlu digalakkan. Program yang diharapkan mampu menerapkan budaya membaca dan menulis secara berkelanjutan, baik di sekolah, di perguruan tinggi, maupun di masyarakat. Gerakan ini mewajibkan masyarakat, siswa, mahasiswa, dan semuanya membaca minimal 15 menit dalam sehari. Dengan harapan, kemampuan literasi Indonesia akan semakin meningkat sehingga generasinya akan semakin siap menghadapi persaingan.

 

 

 


Tags: MenggugatRelaksasiLiterasi , KopdarnasPenggiatLiterasi , IkaFaztinCahyanti

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website