Majelis Pustaka dan Informasi - Persyarikatan Muhammadiyah

Majelis Pustaka dan Informasi
.: Home > Artikel

Homepage

Menyongsong Kopdarnas Penggiat Literasi: SATU DEKADE AKU MENGENAL (MU)

.: Home > Artikel > Majelis
05 Desember 2017 03:51 WIB
Dibaca: 1323
Penulis : Ika Faztin Cahyanti


 

 

Antara Berlalu atau Tetap Menyatu

 

Kadang, ada rasa yang tak bisa begitu saja disuarakan,

ada rindu yang tak boleh diungkapkan,

ada temu yang tak seharusnya ingin dipercepat,

bukan karena apa tapi memang seharusnya demikian, setidaknya itu jauh lebih baik

–Hujan Mimpi

 

 

Terdengar merdu, butiran air jatuh sesuai ritme yang ditetapkan Tuhan. Membasahi debu hingga tak kuasa berlari, menindas remah-remah tanah agar selalu basah. Seperti romantisme pagi ini,  sungguh aku ingin memulai dengan romantis pula, tapi kenapa ingatan akan kenangan tetap saja belum sirna?

 

Cerebrum bagian otak terbesar merupakan pusat syaraf mempunyai fungsi krusial dalam tatanan kehidupan masih saja menyimpan dan selalu mempertahankan satu demi satu langakah yang telah dilakukan. Membuatku menyelam jauh ke belakang teringat akan beribu pengalaman yang dibingkai dalam sebuah kenangan.

 

Membuatku selalu menimbang-nimbang langkah. Bukan karena aku tak percaya akan kemilauan masa depan, bukan pula tak percaya akan korelasi mutlak antara usaha dan hasil yang tak mungkin berkhianat. Aku ingin sebuah konsekuensi yang menetramkan hati.

 

Aku sadar atas diriku, aku sadar diriku sangat berharga, walaupun tidak sehebat mereka yang menyebut diri mereka sendiri atau bahkan banyak orang memberinya predikat hebat. Mereka yang kehilangan salah satu fungsi otak saja yang enggan menghargai diri dan membiarkan bekal hidup yang telah digenggam disia-siakan. Menggali dan menggerakkan potensi yang maha suci menurutku cukup untuk membuat hidup ini semakin berharga dan berada pada titik lebih tinggi. Kenangan tidak akan mati begitu juga dengan harapan. Bisakah aku mewujudkan beberapa harapan diatas ribuan puing-puing kenangan. Harapan akan cita harapan akan cinta.

 

 

-Baca-

 

Satu dekade berlalu, mengenal (Mu)hammadiyah adalah anugerah terindah dalam hidup. Bustanul Athfal Aisyiyah Sidoharjo selanjutnya MI Muhammadiyah 7 Sidoharjo, menjadi saksi masa kecil dengan segala tingkah nakal dan payah. Berlanjut di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Ponorogo, mulai mengenal (Mu). Ikatan Pelajar Muhammadiyah mengusik hati dan akhirnya terjatuh. Berawal dari anggota Pimpinan Ranting, Pimpinan Cabang, hingga Pimpinan Daerah, disitu mengenal (Mu)

 

Otak ini masih ingat betul bait-bait perjuangan yang tersimpan rapi dalam kenangan. SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo menjadi tempat paling istimewa, tempat dimana mata mau membaca dan tangan mau menulis. Awalnya hanya menulis tugas saja, naik level menulis proposal, dan akhirnya bertahta dipenulisan beletin sekolah. Belum tau jika itu yang dinamakan litersi. Kemampuan berkominikasi juga berkembang. Komitmen IPM pada pembentukan karakter gerakan islam yang dinamis dan progresif dalam menjawab tantangan zaman, tanpa harus kehilangan identitas dan rujukan islam yang autentik, benar adanya. Tinggal bagaimana sikap diri berusaha memberikan bukti.

 

Lagi-lagi literasi membahas soal literasi. Allah memberi amanah yang cukup berat. Menjadi salah satu Mahasiswa di Universitas ternama Indonesia, Institut Pertanian Bogor. Jika ditanya, “itu berkat siapa?” “berkat (Mu) salah satunya. Hingga sekarang menjadi Mahasiswa aktif IPB, banyak belajar tentang dunia litersi.

 

Tahun pertama hingga dua tahun berikutnya, menjadi seorang organisatoris di Bina Desa BEM KM IPB, membawahi departeman Pengembangan Masyarakat, sekaligus menjadi penaggung jawab pendidikan anak. “Rumah Pelangi” adalah salah satu program Bina Desa yang menjadi perhatian penting. Menyediakan taman baca, sarana permainan edukasi, dan memberdayakan program pembinaan kesadaran pendidikan pada keluarga.

 

Pertama, buku adalah jendela dunia. Kata-kata ini klasik tapi sangat memotivasi jika mengerti artinya. Dengan buku bisa mengetahui kabar dunia, sekaligus bisa mengunjunginya, “jika mau berusaha.” Taman baca rumah pelangi mengutamakan buku anak-anak, dongeng, cerita, komik, hingga buku pelajaran sekolah. Kala itu menjalin kerjasama dengan dompet duafa. Kedua, sarana permainan edukasi. Belajar sambil bermain adalah hal yang mengasyikan bagi mereka yang ingin selalu belajar, belajar, dan terus belajar. Bermain edukasi sains dan iqro polly bersama anak-anak desa menjadi angin segar dikala tugas kuliah yang menggunung. Ketiga, Membangun kesadaran pendidikan pada keluarga. Banyak masyarakat desa yang tidak lagi mengganggap penting pendidikan. Tidak ingin berusaha menyekolahkan anak-anak mereka karena faktor ekonomi.

 

Banyak siswa berprestasi menanggalkan otaknya untuk berpikir. Rela meneruskan perjuangan orang tua menjadi buruh tani yang hasilnya tidak seberapa. Panalangan biaya melalui beasiswa swadaya dilakuakan untuk membiayai anak-anak pintar tersebut melanjutkan sekolah. Hingga saat ini, ketika sudah demisioner dan menjadi alumni tanggung jawab itu masih terpikul berupa swadaya materil, pengumpulan uang oleh para alumni.

 

Selain upaya menyelamatkan anak negeri dari kebodohan dan kemiskinan. Kejasama renovai Rumah Pelangi pun dilakukan dengan Organisasi Kepramukaan Prancis. Sungguh pencapaian yang luar biasa. Namun, perjuangan tiada berujung, perjuangan tiada berakhir, hingga akhir sendiri yang mengatakan telah berakhir.

 

 

-Tulis-

 

Mengawali cerita tentang menulis. “Malas membaca, mana mungkin jadi penulis?” Setelah selesai amanah di Bina Desa BEM KM, rupanya kaki ini enggan untuk berhenti. Hobi Public speaking mengantarkan menjadi penyiar radio kampus yang mengahruskan untuk membaca berita dan informasi terkini. Selain sudah tau litersi dan pentingnya membaca, hal itu yang mebiasakan pula jika harus membaca walau terpaksa. Karena kalau tidak membaca tidak mungkin mengudara.

 

Entah darimana juga ingin menjadi seorang penulis, membangun taman baca, dan memotivasi anak-anak untuk menggapai mimpinya. Sebuah capaian yang tidak mudah didapat. Tidak mudah didapat untuk mereka yang tidak mau berusaha mendapatkan. Ketika itu yang ada di otak adalah “otodidak.”

 

Selang beberapa bulan menginginkan menadi seorang penulis. Alhamdulillah satu buku sudah terbit, hanya saja menjadi penyelaras aksara saja. Hingga berpikir dan terus berpikir. Alhamdulillah jalan itu ada, berupa amanah belajar di Forum Lingkar Pena. Mimpi selanjutnya adalah menerbitkan buku dengan brand publishing house sendiri sebelum lulus kuliah 2018 nanti. Harus ditekankan, mimpi selamanya akan menjadi mimpi jika tidak ada usaha untuk direalisasi.

 

 

 

Ika Faztin Cahyanti

Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

 

 


Tags: SatuDekadeAkuMengenal(Mu) , KopdarnasPenggiatLiterasi , IkaFaztinCahyanti

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website