Majelis Pustaka dan Informasi - Persyarikatan Muhammadiyah

Majelis Pustaka dan Informasi
.: Home > Artikel

Homepage

Menyongsong Kopdarnas Penggiat Literasi: PERPUSTAKAAN PONDOK SHABRAN

.: Home > Artikel > Majelis
29 November 2017 22:45 WIB
Dibaca: 1904
Penulis : Rezza Perwiranegara Sudirman

 

 

 

“Bila kau tak tahan lelahnya belajar maka kau harus tahan lelahnya kebodohan”    (Imam Syafi’i)

 

Menjadi kebanggan tersendiri ketika mempunyai identitas sebagai mahasiswa dikalangan masyarakat awam. Agent of change itulah sebutan yang sering didengar oleh mahasiswa, gelar mahasiswa bukan hanya sebagai kebanggan saja. Namun kebanggaan itu harus bisa diiringi dengan semangat revolusioner untuk belajar dimana saja seperti kata Muhammad Abduh salah satu pemikir Islam pembaharu “setiap orang adalah guru dan setiap tempat adalah madrasah”. Mahasiswa harus menempa diri guna mendedikasikanya serta mampu mentransformasikan masyarakat awam menjadi masyarakat yang berkemajuan dengan berbagai metode.

 

Pondok Hajjah Nuriyah Shabran adalah pondok kader Muhammadiyah yang diawasi langsung oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, mahasantrinya terdiri dari utusan pimpinan wilayah muhammadiyah di seluruh indonesia. Pondok shabran mempunyai perpustakaan yang memiliiki berbagai macam jenis buku mulai dari buku hadits, tafir, sosial politik, filsafat dan macam lainnya. Kegiatan yang sering di lakukan di perpustakaan adalah diskusi kultural yang diadakan oleh mahasantri Shabran guna mengasah nalar intelektual.

 

Beriring jalannya waktu menjadi mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Surakarta banyak sekali tantangan dan cobaannya. Berbagai pergaulan yang cukup bebas keadaan mahasiswa yang sudah teracuni oleh hedonisme dan konsumerisme membuat aktivitas di perpustakaan Shabran menjadi terhambat. Diskusi hanya dilakukan oleh segilintiran orang yang memang masih sadar dengan butuhnya asupan gizi intelektual. Namun, itu semua tidak mengurangi semangat untuk terus belajar. Teringat perkataan Dahlan Iskan yang menjadikan kita tetap semangat “orang hebat tidak dihasilkan dari kemudahan, kesenangan dan kenyamanan. Mereka dibentuk melalui kesulitan dan air mata”. Maka dari itu kita tetap melaksanakan proses pembelajaran di perpustakaan.

 

Walaupun Abad  21  ini  dikenal  sebagai  abad  informasi,  karena  itu salah satu aspek penting agar sebuah bangsa bisa keluar sebagai pemenang  di  abad  ini  adalah  kemampuannya  untuk  me katkan information literacy masyarakatnya. Bila hal tersebut dapat dilaksanakan maka akan muncul kekuatan information competency, yaitu  kemampuan  untuk  mendayagunakan  informasi  yang  di- perolehnya  untuk  meningkatkan  kinerja  aktivitas  sehari-hari, sehingga  mempengaruhi  dan  mempercepat  dinamika  masyarakatnya dan pada akhirnya berpengaruh pada kemajuan negara. (Rodliyah, 2012).

 

Maka dari itu aktivitas bedah buku karya para tokoh cendekiawan diselenggarakan dan dibedah oleh mahasantri itu sendiri guna memotivasi mahasantri serta dapat melawan arus era informasi yang dapat menghancurkan moral para anak bangsa. Langkah yang dapat dilakukan ialah dengan menggencarkan gerakan literasi di pondok selain untuk melawan kebodohan juga memanfaatkan fasilitas perpustakaan. Semenjak awal tahun 2017 aktivitas literasi sangat aktifsekali di perpustakaan Shabran, diskusi issue, ideologi, filsafat, belajar menulis, dan lain-lain. Semua itu di lakukan secara bersama oleh orang-orang yang haus keilmuan.

 

Namun pasca liburan semester genap semua terasa hampa aktivitas literasi di perpustakan sangat berkurang. Terlalu disibukkan dengan aktivitas organisasi di kampus, mengadakan event organizing untuk menarik perhatian para mahasiswa baru agar bisa aktiv di organisasi. Memang kegiatan seperti itu bagus tapi jangan sampai meninggalkan aktivitas lterasi kita, karena sejujurnya ketika mengadakan event-event semacam itu aktivitas literasi kita berkurang, seperti membaca, diskusi bahkan menulispun jadi berkurang.

 

Padahal membaca menjadi sangat hal yang harus dilakukan oleh mahasiswa. Karena membaca bukan hanya membuka jendela dunia tapi memungkinkan untuk menggegam dan menguasai dunia (Mohammad ali, 2012). Persoalan yang dihadapi mahasiswa semakin kompleks disisi lain dampak negatif dari arus globalisasi sangat terasa oleh kalangan pemuda mulai dari hedonisme, konsumerisme, individualisme, kemorosotan moral bahkan sampai budaya plagiarisme sering di jumpai di lingkungan universitas. Memang yang saya rasakan adalah seperti itu, lebih ironisnya lagi dalam lingkungan akademik dalam obrolan sehari-hari itu menggosipi orang lain sampai pembicaraan yang berbau pornografipun sering di jumpai di rubik akademik, padahal seharusnya mahasiswa membicarakan persoalan-persoalan kampus, penindasan, ketidakadilan yang terjadi masyarakat kemudian menganalisa dan menjawab segala persoalan yang ada di masyarakat dengan ilmu pengetahuan yang sudah didapat dikampus.

 

Bukankah itu tugas seorang mahasiswa? akademisi atau lebih cocok disebut calon cendikiawan sebagaimana Kuntowijoyo mendifinisikannya, cendekiawan ialah pemikir yang tidak tercabut dari akar-akar sosialnya, yang menginjakan kaki di bumi dan memiliki kesadaran akan tanggung jawab sosial untuk memusnahkan kejahatan, kepedulian terhadap kaum dhu’afa, orang lemah, orang yang tertindas dari sistem kekuasaan.(Halim sani, 2011). Yang menjadi pertanyaanya adalah apakah kita sudah mempersiapkan diri kita untuk menjadi seorang cendekiawan atau seorang intelektual? seperti itukah yang dilakukan seorang intelektual membicarakan hal yang tidak penting dibicarakan sibuk dengan urusan pribadinya saja, membaca buku jarang, apalagi mau berdiskusi dengan teman lainya. padahal para tokoh pahlawan kita terdahulu adalah seorang kutu buku semua.

 

Karena tidak dapat dipungkiri juga bahwa orang-orang besar adalah orang yang rajin membaca dan menulis bahkan menjadi seorang yang kutu buku. Buku adalah bagian  hidup yang tidak  bisa  dipisahkan,  bagi  pemikir, buku bagaikan istri kedua. Ini juga dilakukan oleh pendiri negara Indonesia, Muhammad Hatta dan Tan Malaka, ke mana pun mereka pergi selalu membawa berpeti-peti buku. Bagi mereka hidup terasa mati bila tidak ada buku di sampingnya.” (Mardana, 2004).

 

Seperti itulah sedikit keadaan Perpustakaan Shabran untuk belakangan ini, memang buku-bukunya sangat banyak sekali namun pengelolaan yang kurang kita pahami serta kesadaran untuk bergerak di bidang literasi masih sangat minim sekali. Berangkat dari hal tersebut, harapan saya sendiri ikut kepesertaan dalam agenda Kopdarnas Literasi ini dapat mengelola perpustakaan dengan maksimal serta dapat lebih menyadarkan diri saya sendiri dan teman-teman saya betapa pentingnya kita berliterasi terkhusus membaca, membaca, membaca dan menulis untuk melawan kebodohan dan ketidakbebasan serta melancarkan pendidikan guna memanusiakan manusia, agar pendidikan yang sedang kita tempuh di perguruan tinggi ini tidak sia-sia dan tidak mengecewakan orangtua kita yang sudah kerja keras untuk membiayai pendidikan kita. Seperti kata Paulo Freire salah satu tokoh pembela kaum tertindas asal brasil mengatakan bahwa tujuan utama pendidikan adalah untuk melakukan humanisasi manusia melalui proses penyadaran secara terus-menerus sehingga manusia dapat terbebaskan dari belenggu ketidakbebasan (Paulo Freire, 2000). Karena jangan sampai kita belajar tidak mengetahui artinya kita belajar serta tidak dapat membentuk karakter kita, pendidikan karakter sudah seharusnya kita cari secara andragogi untuk dapat memanusiakan manusia dan memajukan kehidupan bangsa. Tetapi prasyarat terbangunnya pendidikan karakter nilai-nilai keutamaan adalah kebebasan, tanpa kebebasan yang terjadi bukanlah pertumbuhan karakter. Tetapi pembusukan karakter. (Mohammad Ali. 2012).

 

Disamping itu cita-cita saya seketika kembali ke kampung halaman bisa menularkan budaya literasi dengan membentuk rumah baca ataupun komunitas literasi ini kepada anak-anak dan para pemuda serta masyarakat yang tinggal disana, agar pergaulan dan pola pikirnya tidak terpengaruh oleh arus globalisasi yang negatif dan bisa membentuk satu kampung yang giat dalam aktivitas literasi untuk menuju masyarakat yang berkarakter dan berkemajuan. Sekian tulisan ini saya sampaikan semoga bisa bermanfaat untuk para pembaca budiman.

 

Rezza Perwiranegara Sudirman, Pengelola Perpustakaan Pondok Hajjah Nuriyah Shabran UMS

 


Tags: PerpustakaanPondokHajjahNuriyahShabranUMS , KopdarnasPenggiatLiterasi , RezzaPerwiranegaraSudirman

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website