Majelis Pustaka dan Informasi - Persyarikatan Muhammadiyah

Majelis Pustaka dan Informasi
.: Home > Artikel

Homepage

Menyongsong Kopdarnas Penggiat Literasi: MEMBUKA JENDELA DUNIA DARI PELATARAN TUGU JOGJA

.: Home > Artikel > Majelis
05 Desember 2017 02:58 WIB
Dibaca: 1304
Penulis : Diyanti Isnani Siregar

Kisah Inspiratif Perpustakaan Jalanan-Komunitas Akar Rumput

             

 

                

foto: www.zetizen.com

 

 

Pepatah mengatakan "Buku adalah jendela dunia", hal ini berarti dengan membaca buku seseorang telah membuka dunia. Buku merupakan media pendidikan yang sangat penting untuk mencerdaskan bangsa dan negara. Buku memuat berbagai hal yakni ilmu pengetahuan dan informasi. Indonesia sebagai suatu negara dengan jumlah penduduk yang banyak masih jauh tertinggal budaya membaca. Berdasarkan berita Sindonews pada tanggal 22 Februari 2017 lalu bahwa hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) 2012 menyebutkan Indonesia ada di peringkat 60 dengan skor 396 dari total 65 peserta negara untuk kategori membaca. Sementara skor rata-rata internasional yang ditetapkan PISA adalah 500. hal ini disebabkan oleh rendahnya minat baca masyarakat Indonesia.

 

Berawal dari Kota Yogyakarta yang terkenal dengan sebutan kota pelajar, sebuah Komunitas bernama Akar Rumput didirikan pada tanggal 10 Oktober 2015. Komunitas ini didirikan oleh beberapa mahasiswa pascasarjana dari berbagai ilmu disiplin di Universitas Gadjah Mada. Melalui kegiatan rutin mingguannya yaitu Perpustakaan Jalanan di Pelataran Tugu Yogyakarta, Komunitas ini memiliki semangat untuk mempromosikan budaya membaca dan meningkatkan minat baca masyarakat dari berbagai kalangan.

 

Komunitas Akar Rumput dengan kegiatan-kegiatannya selama ini telah memberikan banyak motivasi dan inspirasi bagi para anggota komunitas ini sendiri, bagi masyarakat yang berkunjung, hingga bagi masyarakat luas yang mengetahui melalui media sosial. Berikut mengenai kisah-kisah yang telah menginspirasi tersebut:

 

 

a. Membudayakan membaca di tengah keramaian

 

Kegiatan membaca biasa dilakukan di tempat yang sunyi dan tenang, seperti di perpustakaan dan di ruang baca atau ruang belajar lainnya. Namun, di perpustakaan jalanan mengajak masyarakat untuk membaca dengan cara menarik dalam membudayakan membaca di ruang publik. Ketika satu, dua, dan tiga orang membaca, maka suasana di tengah keramaian seperti di pelataran Tugu Yogyakarta menjadi nyaman untuk membaca buku. Tidak mudah untuk melakukan hal tersebut, tetapi ketika kita mulai duduk dan santai membaca bersama dengan teman lainnya yang juga membaca, maka suasana nyaman dan fokus untuk membaca akan terbentuk dengan sendirinya.

 

Kisah ini membuktikan bahwa di tempat wisata dan keramaian tidak selalu menjadi obyek untuk jalan-jalan, namun juga dapat menjadi media pembelajaran yang sederhana dan menyenangkan dengan berbaur bersama masyarakat. Membaca tidak lagi menjadi sesuatu yang tersekat dengan ruang publik, melainkan sudah menjadi bagian dari publik itu sendiri. Ketika membaca sudah menjadi kebiasaan, dan menjadi budaya, maka di tempat yang ramai pun kegiatan membaca tersebut dapat dilakukan dengan baik.

 

 

b. Memperluas ilmu pengetahuan dan wawasan

 

Perpustakaan jalanan yang menyediakan buku-buku dari berbagai disiplin ilmu dan kategori bacaan, mulai dari anak-anak, novel, pendidikan, sosial, agama hingga umum. Buku-buku ini yang dapat dipinjam selama perpustakaan jalanan ini berlangsung dari jam 17.00-22.00 WIB setiap malam minggu ini tentunya memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan bagi para pengunjung yang membacanya.

 

 

Orang-orang yang tadinya hanya bermaksud jalan-jalan saja untuk melihat tempat bersejarah Tugu Yogyakarta, tanpa ada niat mereka sebelumnya untuk membaca buku, akhirnya mereka juga ikut membaca buku-buku dengan duduk santai di pelataran Tugu Yogyakarta sambil melihat-lihat tempat bersejarah tersebut. Kisah tersebut menunjukkan bahwa para pengunjung yang hadir di perpustakaan ini menyatakan dirinya senang karena mendapat pengetahuan dan wawasan baru melalui media sederhana perpustakaan tersebut.

 

 

c. Memberikan referensi dan rujukan membaca

 

Sebagian buku yang ada di perpustakaan jalanan merupakan buku hibah yang dapat dipinjam untuk dibaca di rumah, namun ada juga buku yang tidak dapat dipinjam karena buku tersebut juga merupakan pinjaman dari anggota komunitas. Ketika ada yang tidak bisa dipinjam, maka para pengunjung dengan semangat menulis referensi atau mengutip tulisan yang ada dalam buku tersebut, dan juga ada yang memotret tulisan dalam buku tersebut menggunakan smartphone miliknya.

 

Beberapa pengunjung juga menyatakan tertarik dengan beberapa buku yang ada di perpustakaan ini, sehingga tertarik untuk menjadi rujukan bacaan dan mencarinya di toko-toko buku. Jadi, perpustakaan jalanan dapat dikatakan sebagai media perantara antara pengunjung dengan ilmu yang ingin dicarinya, kemudian pengunjung dapat mencari ilmu tersebut di dalam buku-buku yang ada di perpustakaan jalanan ataupun mencarinya di tempat-tempat penjualan buku.

 

 

d. Mengajari dan memotivasi anak-anak jalanan

 

Setiap malam minggu pelataran Tugu Yogyakarta terdapat banyak pengunjung dari luar daerah untuk melihat keindahan yang menjadi simbol atau lambang yang khas dari kota ini. Namun, ada pula anak-anak jalanan yang meminta-minta belas kasihan para pengunjung tersebut. Tidak jarang mereka datang bersama-sama dan kemudian berpisah ketika sampai di tugu. Naluri anak-anak mereka keluar ketika melihat cukup banyak kategori buku anak-anak di perpustakaan jalanan, mereka pun singgah dan sejenak meluangkan waktunya untuk membaca buku-buku yang ada.

 

Sebagian anggota komunitas yang bertugas menjaga buku-buku di perpustakaan jalanan tidak heran dengan anak-anak tersebut yang datang dan ingin membaca buku. Anggota yang bertugas tersebut biasanya ikut mencarikan buku-buku yang diminati anak-anak untuk dibaca, para anggota juga ikut membantunya belajar bersama, mulai dari belajar membaca, menghitung, hingga pengetahuan umum.

 

Lebih dari itu, anak-anak tersebut juga menyatakan dirinya tertarik ingin membaca lebih lanjut buku-buku yang dipelajarinya, dan ingin memimnjamnya untuk dibaca di rumah. Pada awalnya komunitas ini ada sedikit keraguan dengan anak-anak tersebut, dan takut tidak dikembalikan, namun salah satu dari anggota komunitas meyakinkan bahwa buku-buku yang dipinjam itu pasti bermanfaat baginya, dan tidak akan rugi walaupun buku tersebut tidak dikembalikan. Akhirnya buku-buku yang diinginkan mereka pun dipinjamkan kepadanya, walaupun sampai sekarang belum dikembalikan, hal tersebut tidak menjadi masalah karena ilmu yang ada dalam buku tersebut akan menjadi manfaat bagi anak-anak tersebut.

 

 

e. Media interaksi sosial tanpa sekat

 

Perkembangan teknologi membuat akses terhadap informasi semakin mudah, dan masyarakat lebih banyak memperhatikan smartphone dan dunia digitalnya dibandingkan dengan berkomunikasi secara langsung dengan orang dan lingkungan sosial sekitarnya. Perpustakaan jalanan dan diskusi publik menjadi media penghubung nilai-nilai sosial yang semakin hilang di era digital ini.

 

Media ini dapat dikatakan efektif untuk membangun jiwa sosial dan edukasi, karena dalam kegiatan ini orang-orang tidak hanya sekedar berkumpul saja. Masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ini juga belajar, yaitu ketika membaca buku bersama dengan masyarakat lainnya serta ketika ketika melakukan diskusi publik bersama. Kegiatan-kegiatan ini membuat setiap individu menjadi bagian dari masyarakat lainnya, sehingga sikap sosial dan kebersamaan ini menjadi suatu motivasi yang dapat mendekatkan diri pada perilaku yang positif dan menjauhkan diri dari tindakan-tindakan yang negatif.

 

 

f. Saling menghormati dan menghargai

 

Tugu Yogyakarta yang menjadi icon Yogyakarta tidak hanya sekedar menjadi tempat berwisata untuk jalan-jalan dan berfoto-foto saja, tetapi menjadi cerminan sebagai Kota Pelajar. Orang-orang yang ramah dan saling menghormati membuat suasana orang yang membaca dan berdiskusi publik di perpustakaan jalanan tetap kondusif. Para pengamen jalanan dan orang-orang yang minta-minta uang pun tidak ada yang meminta kepada orang-orang yang berada di perpustakaan jalanan tersebut, karena merasa segan untuk mengganggu orang-rang yang berada di perpustakaan tersebut.

 

Sikap saling menghormati dan menghargai juga diperlihatkan pada waktu diskusi publik, yaitu ketika suatu materi yang dibahas oleh seorang pemateri yang berasal dari anggota komunitas dan dianggap menguasai materi tersebut, kemudian dibahas bersama-sama dengan anggota lainnya yang berasal dari latar belakang ilmu pendidikan dan asal daerah yang berbeda. Perdebatan dalam diskusi tersebut pasti terjadi, namun yang perlu diingat yaitu bahwa ketika menghadapi suatu masalah, maka harus melihat dari berbagai sudut pandang dan menghindari subyektivitas.

 

 

Referensi:

Penelusuran Internet:

Koran Sindo, 2017. Budaya Membaca di Indonesia Jauh Tertinggal. Diakses melalui https://nasional.sindonews.com/read/1182242/144/budaya-membaca-di-indonesia-jauh-tertinggal-1487741860/13

Sahrul Sarea, 2013. Pentingnya Buku danMinat Baca dalam Menunjang Kemajuan Pendidikan. Diakses melalui http://www.wawasanpendidikan.com/2013/09/Pentingnya-buku-dan-minat-baca-dalam-menunjang-pendidikan.html

 


Tags: MembukaJendelaDuniadariPelataranTuguJogja , KOpdarnasPenggiatLiterasi , DiyantiIsnaniSiregar

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website