Majelis Pustaka dan Informasi - Persyarikatan Muhammadiyah

Majelis Pustaka dan Informasi
.: Home > Artikel

Homepage

Menyongsong Kopdarnas Penggiat Literasi: KAMPUNG "IMAJINASI" MUHAMMADIYAH 2050

.: Home > Artikel > Majelis
01 Desember 2017 15:25 WIB
Dibaca: 1849
Penulis : Yohani, S.S

 

 

 

Kampung Dakwah Digital

Guyuran hujan menepati janjinya, setelah hampir satu jam mendung bergelayut di atas desa kecil nan mungil di ujung kota dingin, Wonosobo. Dusun asri yang diapit dua bukit kembar laksana sepasang pengantin yang enggan beranjak tua, untuk terus menikmati indahnya pernikahan. Kabut tebal di atas desa itu sirna sudah, berganti gelap dan derasnya hujan disertai guntur menggelegar, memecah kesunyian alam asri.

 

Dari kejauhan warna-warni payung melambai bergerak mengikuti gerakan tangan sang pemegang, ada satu dua tiga orang keluar dari gang-gang sempit sambil cincing mengangkat sarung dan celana menghindari percikan air hujan. Mereka menuju pusat kajian jamaah “Masjid Assalam “.

 

Beberapa diantaranya perempuan tua mengapit  rindik dipinggang kanannya, berisikan jajanan yang sudah terbungkus rapi. Di belakangnya anak remaja putri, ditangan kanannya berayun ceret tempat minum dari tembaga, sesekali singgah di rumah pinggir jalan yang ia lewati, sekedar memanggil penghuni rumah untuk diajak serta, beberapa menyahut dan beberapa sepi tandanya sudah mendahului. Senyum ceria mengiringi langkah mereka, tidak ada duka, yang ada saling menyapa saat berjumpa di gang berikutnya…

 

Hari itu adalah jadwal kajian Ustadz Muslim dari Majelis Tabligh PDM Wonosobo, kajian rutin setiap 35  hari sekali yang biasa disebut dengan selapanan itu terus ramai dihadiri jamaah, tua muda. Undangan via mailing list sudah diedarkan oleh Pimpinan Ranting Mekar Wangi. Mekar Wangi adalah salah satu Ranting di desa Randu Alas, masuk Kecamatan Sukoharjo. Meski masuk Kecamatan Sukoharjo, akan tetapi akses jalan harus melewat kabupaten Banjarnegara yang berjarak 5 kilometer dari pusat kota Wonosobo.

 

Sudah empat tahun Haji Sujak, sang ketua Ranting, menggagas konsep digitaliasi undangan dalam rangka menjawab kebutuhan warga akan percepatan informasi. Sebetulnya, undangan masih bisa menggunakan kertas surat dan diedarkan dari rumah ke rumah, akan tetapi dengan cara ini ternyata efektif untuk mengajarkan kepada orang tua tentang pentingnya surat elektonik atau e-mail. Saat ini, dari seratus kepala keluarga di Ranting itu sudah menggunakan perangkat elektronik untuk kebutuhan layanan Persyarikatan, email, whatsapp dan lain sebagainya.

 

Para pemuda sudah terbiasa menggunakan sosial media, website, blog maupun vlog untuk berkomunikasi dan syiar kegiatan Ranting, blog dakwah, Tapak Suci, IPM , Pemuda , Nasyiatul Aisyiyah.

 

Tepat jam 16.00 WIB kajian dimulai. Semua tenang dan khusuk mendengarkan kajian. Generasi muda-mudi memegang buku catatan kecil di tangan dengan ballpoint yang siap menuangkan dalam tulisan. Salah satu notulen utama duduk tepat di samping moderator yang siap dengan laptop. Nampak khusuk mendengarkan dan secepat kilat kembali matanya ke layar monitor, menggerakkan jari-jarinya lincah menulis intisari kajian.  

 

Itu adalah pola kajian yang sudah diterapkan di salah satu ranting di Wonosobo. Pembagian tugas yang cantik, atas kesadaran yang tinggi mampu merubah paradigma bahwa kajian itu membosankan. Mereka bergiliran bertugas sebagai notulen utama. Tugasnya tidak hanya mencatat resume kajian tapi bertanggung jawab langsung untuk mem-publish dalam pemberitaan di media cetak maupun elektronik. Saat ini ranting sudah bekerjasama dalam publikasi berita ke beberapa media seperti Wonosobo Ekspress, Suara Merdeka, Jawa Pos, Republika dan Wawasan. Selain itu, media online Persyarikatan dan Media Sosial yang akunnya dipegang oleh tiap-tiap ketua Ortom juga siap mempublikasi hasil kajian tersebut.

 

Teringat saat itu, Januari 2014, jama’ah sudah memenuhi halaman masjid kebanggaan untuk mendengarkan tausiyah rutin dari Ustadz Ahmad Qodarullah. Rencana yang sudah disusun matang buyar karena satu hal. Meskipun kajian itu adalah agenda bulanan, ternyata Allah berkehendak lain, yang ditunggu terlambat datang, beliau sakit, kecelakaan, mengharuskan dibawa kerumah sakit. Alhamdulillah, setelah terhubung lewat ponselnya, beliau hanya luka ringan di sekitar kaki kanannya dan beliau menyatakan siap untuk tetap melaksanakan kajian secara live streaming dari rumah sakit, Subhanallah…

Panitia dengan sigap menyiapkan perangkat proyektor yang sudah terkoneksi dengan laptop untuk segera siaran live Youtube. Kajian bersama Ustadz Ahmad akhirnya bisa terlaksana sekalipun Ustadz berada di Rumah Sakit PKU.

 

Sudah bukan hal yang baru, warga Ranting tidak lagi gagap teknologi informasi, model digitalisasi kajian wajib dilakukan. Alhasil, warga tidak kecewa, dan bisa pulang dengan senyum yang sama, membawa hasil siraman rohani, sambil menanti 35 hari lagi, sampai jadwal berikutnya dengan ustad yang berbeda.

 

Password wifi yang selalu berganti dengan kata-kata dakwah : “ Yuk_Jamaah”, “Go_ Sholeh “ “ zakat_yuk”  memotivasi setiap  jama’ah pengguna gadget, dan siapapun yang datang ke Masjid Darul Arqom untuk update diri dengan situasi terkini.

 

Warga Persyarikatan setengah wajib memegang gawai, karena informasi Persyarikatan pasti melalui surat rlektronik maupun media sosial. Warga Aisyiyah dan NA secara rutin sebulan sekali meng-update informasi tentang teknik “digital marketing” yang dibina langsung dari Majelis Ekonomi PDM Wonosobo.

 

Di pojok rumah bercat biru dengan dinding setengah bata, terpampang jelas sebuah banner iklan “Service Laptop/ Komputer “. Yang lebih menarik lagi tambahan tag iklan “Gratis jasa untuk warga yang sudah hafal Al-Qur’an Juz 27. Angka dua puluh tujuh ternyata portable, bisa diganti kapanpun, dan itu berganti setiap tiga bulan sekali ke angka berikutnya, untuk memotivasi pengguna layanan servisnya, fastabiqul khairat dengan program tahfidz dari Bidang Dakwah PRM.

 

One home one laptop/personal computer adalah sebuah progress PRM menjawab tantangan jaman. Era digital tidak mungkin bisa ditolak atau kita lari darinya. Ia akan terus mengejar siapapun yang akan hidup sepuluh sampai dua puluh tahun kedepan. Peluang kerja yang semakin sulit memaksa orang tua untuk berpikir ulang menyekolahkan anak denganoutput bekerja menjadi karyawan, dan menentukan pekerjaan di era digital yang paling menjanjikan adalah yang berhubungan dengan teknologi informasi.  Maka, kedepannya, seorang Insinyur akan kalah jauh penghasilannya dengan seorang pedagang celana kolor online saat ia tidak punya modal merintis perusahaan. Dan itu akan menjadi fakta yang tak terbantahkan.

 

Ranting Sebagai Pusat Ekonomi

Juma’at pekan pertama adalah sarana untuk bercengkrama dengan sesama jama’ah, mereka mendirikan sholat jum’at dengan membawa buku tabungan BMT yang lokasinya ada di samping Masjid. Berlanjut bercengkrama akrab ditemani secangkir teh atau kopi hangat yang tersedia di serambil masjid, membahas isu terkini tentang ekomoni kreatif. Di pojok kanan Masjid, sebuah kedai yang dikelola Nasyiatul Aisyiyah, terlihat beberapa pemuda serius merancang konsep peta dakwah untuk adik-adik IPM, tentang kaderisasi ummat lewat Muhammadiyah.

 

Petugas BMT berkeliling membagikan buku setoran yang sudah di-print out. Tidak usah kita bayangkan bagaimana mereka setoran ke BMT, iuran dan tabungan warga sudah dikelola dengan sistem online banking. Layaknya pada sistem pembelian pulsa telepon dan listrik, transaksi tabungan dan ZIS warga sudah secara otomatis dari sistem teknologi keuangan (fin-tech) BMT, ada juga diantaranya yang memanfaatkan e-money sebagai alat pembayaran, sungguh pemandangan yang berkemajuan…

 

Konsep ekonomi kreatif terbentuk, berawal dari Kajian Pemuda yang berinisiatif mengumpulkan infak sekedarnya setiap malam Jum’at dan berlanjut ke ortom yang lain, hingga saat ini perputaran keuangan warga selalu berpusat di BMT. Ada warga yang mendirikan bengkel sepeda motor, maka warga yang menggunakan jasa servisnya terhitung gratis dengan penggantian oleh BMT dipotong dari tabungannya. Demikian juga konsep asuransi, semua warga Persyarikatan  diberikan gratis berobat di klinik layanan kesehatan terdekat, dengan plafon maksimal seratus ribu perbulan dan diakhir bulan pihak klinik kesehatan mengklaim ke BMT. Semua pinjaman keuangan atas dasar keyakinan bahwa Allah yang menjamin. Ridha bima qosamallah.

 

Dengan pelayanan yang prima demikian, ternyata Allah membukakan pintu rizki dari berbagai macam lini, wakaf, hibah, infak dan shodaqoh tidak pernah putus dari warga Muhammadiyah, non-Muhammadiyah dan bahkan dari luar negeri pun mengantri menerima pahala Allah dari ZIS mereka..

“Apapun kesulitan keuanganmu, Masjid tempat kembalimu” (untuk memberikan solusi)… Allahu Akbar…

 

Pemberdayaan ekonomi di tingkat Ranting akan sangat membantu pengelolaan keuangan di tingkat Cabang dan Daerah bahkan di Pusat. Tetapi, saat potensi Ranting belum digali secara optimal, maka yang terjadi warga Persyarikatan akan merasa keberatan dengan berbagai macam tarikan iuran organisasi.

 

Ranting Sarungan

Lampu-lampu rumah mulai bercahaya, terlihat satu-satu dinyalakan. Kelap-kelip lampu dari rumah-rumah penduduk sudah mulai menerangi sebagian besar rumah warga. Kumandang adzan Shubuh terdengar merdu. Wasirun mengumandangkan adzan dengan suara khasnya, membangunkan manusia-manusia muslim dari peraduannya, bergegas bangkit menuju tempat berwudhu, ada diantaranya langsung menuju masjid untuk berwudhu di sana.

 

Satu-satu berdatangan meski dengam muka yang beraneka macam, capek, ngantuk dan lelah, namun keceriaan tampak di wajah mereka saat saling bersalaman bertemu di teras masjid. Para pemuda membuka obrolan dengan kisah hari yang lalu ditemani semilir angin pagi.…

 

Masjid Assalam adalah masjid bersejarah yang penuh kisah di awal pendiriannya. Masjid penuh kenangan bagi siapapun yang pernah muda di kampung ini, dan masjid yang sejuk bagi siapapun pendatang yang menunaikan sholat di sini. Bukan karena tempatnya yang luas, ataupun lokasinya yang strategis, tetapi karena ada ruh dakwah didalamnya. Ada lantunan dzikir di setiap waktunya, karena jama’ah menyadari bahwa masjid adalah pusat peradaban manusia, dari dulu dan yang akan datang. Pusat studi bagi penimba ilmu para generasi sholeh… tanpanya hampa dunia dari ruhul jihad.

 

Kami sebut dengan Ranting sarungan, bukan karena jamaah masjid rutin memakai sarung, dan bukan pula penggemar sarung sebagai tradisi para santri, tapi lebih kepada nilai historis dan sejarah bahwa sarung pernah menjadi ikon dakwah para santri, dengannya semangat dakwah muncul kembali dengan aneka metode.

 

Warga Peryarikatan selalu berduyun-duyun mendatangi masjid saat adzan berkumandang, meninggalkan segala aktifitas perdagangan, pelaku usaha mewajibkan karyawan untuk segera mengambil air wudhu melaksanakan panggilan Allah. Mungkin inilah yang namanya berkah, dan inilah konsep dakwah yang benar di era digital tanpa meninggalkan syariat yang diajarkan salafush-shaleh.

 

Desember 2016, Ahad tanggal 16, tepat pukul 08.00 WIB. Gema lagu Persyarikatan dikumandangkan dari pengeras suara di Gedung Pertemuan, dilanjut alunan murottal dari Syaikh Sudais, menyiratkan agenda pertemuan akan segera dimulai. Beberapa panitia duduk di kursi penerima tamu dengan memegang gawai, menjawab komentar di group WA tentang agenda hari itu. Beberapa anak IPM hilir mudik menyiapkan perangkat proyektor, yang lainnya sibuk merapikan kursi dan meja.

 

Mereka adalah kader-kader ummat yang sengaja pulang kampung menyempatkan bertemu dan menggelar even “Friends Gathering”. Setiap tahun, PRM memberangkatkan kader-kader muda untuk menimba ilmu, baik di pesantren maupun sekolah-sekolah kader di berbagai kota, diantaranya sudah kembali dengan menyandang gelar sarjana. Semua pembiayaan diperoleh dari dana Zakat, Infak, Shodaqoh, dari ummat yang dikembalikan untuk ummat dalam wujud beasiswa kader.

 

Gagasan warga tentang satu rumah satu sarjana disambut baik bahkan didukung penuh oleh beberapa Perguruan Tinggi Muhammadiyah, sehingga menjadikan Mekar Wangi menyandang predikat sebagai kampung sarjana. Tidak terbayang saat itu, 20 tahun yang lalu, membangun sebuah konsep peradaban di sebuah kampung terbelakang yang bernama Mekar Wangi

 

One House One Hundred Books

”Buku adalah jendela ilmu”, “banyak baca banyak tahu, sedikit baca sedikit tahu”, adalah slogan-slogan para pencari ilmu yang haus dengan luasnya ilmu Allah.  

 

Menjaga dan melestarikan sumber daya alam bagi siapapun akan terasa mudah saat sumber daya manusianya sudah digarap dengan serius. SDM yang mumpuni bisa melejitkan puluhan bahkan ribuan Amal Usaha produktif.  Dimulai dari kajian ringan dengan mewajibkan setiap jamaah untuk membawa catatan, maka muncullah ide kreatif “One House One Hundred Books”, satu rumah seratus buku. Berlanjut kepada gerakan “One Month One Book”, satu bulan satu buku. Artinya, dalam satu bulan warga menyisihkan pendapatannya untuk membeli buku bacaan. Sebesar apapun gagasan kalau tidak didukung stake holder maka akan menguap begitu saja. Maka Ranting menggandeng desa untuk pemanfaatan Perpustakaan  Desa, sekaligus kerjasama dengan Perpustakaan Daerah untuk secara rutin melakukan rolling buku bacaan pada saat kajian bulanan berlangsung.

 

Walhasil, dengan ratusan buku di setiap rumah warga Muhammadiyah maka secara tidak langsung ada ribuan gagasan yang bersumber dari bacaan yang mereka baca. Konsep 18-21 yang dicanangkan pemerintah daerah sudah lama diterapkan di rumah warga Muhammadiyah, sehingga kita tidak akan menemui TV, radio atau gawai dimainkan saat jam belajar pada pukul 18.00 sampai 21.00 itu berlangsung.

 

Ratusan kata-kata motivasi terpampang rapi  dan indah dengan aneka kreasi di sepanjang jalan, disudut-sudut gang dan di “Play Ground “ yang ada di ujung kampung. Sungguh, inilah sebuah kampung asri nan religius. Rasanya tidak berlebihan kalau kampung ini disebut dengan “The Village of Civilization“, Kampung Peradaban.

 

Wonosobo, 25 Oktober 2017

Yohani, S.S | MPI PDM Wonosobo


Tags: KampungImajinasiMuhammadiyah2050 , KopdarnasPenggiatLiterasi , Yohani

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website