Majelis Pustaka dan Informasi - Persyarikatan Muhammadiyah

Majelis Pustaka dan Informasi
.: Home > Artikel

Homepage

Menyongsong Kopdarnas Literasi: MENYEBARKAN "VIRUS" LITERASI DI ERA DIGITAL

.: Home > Artikel > Majelis
02 Desember 2017 23:58 WIB
Dibaca: 1378
Penulis : Ilham Azzam Khairur Rizqi

 

 

 

 

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama dia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.

Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

Pramoedya Ananta Toer

 

 

www.pustaka-free.online  |  Solusi Belajar, Era Digital

 

Nuun, Demi Pena dan apa yang dituliskan. Begitulah arti surat Al-Qolam ayat 1, yang menjadi ghirah kita untuk melestarikan budaya baca dan tulis. Hanya dengan membaca dan menulis diri kita bisa berubah, baik itu pikiran maupun perbuatan akan dipastikan berubah.

 

Kita akan lebih bisa menggali passion, mengenal potensi diri adalah modal untuk menebar manfaat kepada sesama agar hidup lebih bermakna.Iqra, demikianlah ayat yang pertama kali diturunkan Allah SWT. Ada keajaiban besar dalam perintah pertama Allah ini, bagaimana mungkin Allah memerintahkan membaca kepada Muhammad SAW yang pada saat itu buta huruf (‘ummy) kalau tidak ada tujuan dan rahasia tertentu. Sehingga didalam tafsir-tafsir dijabarkan mengenai rahasia dan keajaiban tersebut.

 

Pentingnya membaca ini pula yang kemudian menginspirasi Rasulullah mengambil langkah cerdas  setelah perang Uhud,  70 orang musyrikin Quraisy berhasil ditawan kaum Muslimin. Angka yang cukup mencengangkan untuk dijadikan alat tekan terhadap kabilah Quraisy di Makkah.Namun, Rasulullah menempuh kebijakan lain. Sebagai gantinya, tawanan dibebaskan dengan syarat mengajari  membaca 10 Muslim. Rasulullah menyakini, membaca adalah langkah penting yang mengantarkan umat Islam ke gerbang kejayaan.

 

Dunia Literasi memang butuh perjuangan, baik itu penulis maupun pembaca. Semua dihadapkan pada problematika masing-masing. Beberapa bulan lalu, dunia literasi digegerkan oleh status facebook dan cuwitan twitter seorang penulis kondang yang menarik buku-bukunya dari penerbit. Dialah Tere Liye yang menulis cuitan tersebut dengan keadaan sadar tanpa dipengaruhi zat-zat adiktif atau paksaan pihak tertentu, ada apa gerangan yang melatar belakangi terjadinya gonjang-ganjing itu?

 

Dalam status yang ditulisnya pada tanggal 5 September itu, ia menjelaskan dengan gamblang bahwa ada ketidakadilan pajak bagi seorang penulis yang tidak bisa menggunakan fasilitas NPPN (Norma Penghitungan Penghasilan Neto) seperti yang digunakan oleh karyawan, tarif 1% bagi peredaran bruto, atau para pekerja bebas lainnya.

 

Persoalansemacamitu nyatanya bukan hal baru dalam dunia literasi.Pramoedya Ananta Toer juga pernah menyampaikan hal yang sama dalam artikelnya yang terbit Startweekly edisi 12 Januari 1952 dengan judul “Keadaan Sosial Para Pengarang Indonesia”.

 

Tahun 1960-an dalam sebuah majalah Zaman Baru nomor 5,ada artikel berjudul “Petisi Para Pengarang dan Seniman tentang Padjak”.Sekurang-kurangnya ada 48 penulis dan seniman senior yang menandatangani sebagai dukungan petisi.

 

Kesedihan itu sudah diturunkan oleh penulis-penulis sebelumnya. Sudah pajaknya dua kali lebih besar dibanding profesi pekerjaan bebas, buku-bukunya pun dibajak. Sudahkah pemerintah serius menanggapi hal tersebut? Masalah penerbit, pajak, dan pembajak itulah yang menjadi mimpi buruk  bagi pejuang literasi.

 

Tentu hal ini adalah masalah yang serius, dan belum ada solusinya. Kita tidak ingin masalah ini menjadi berlarut-larut dan menimbulkan kerugian para pejuang literasi yang lain.

 

Buku sebagai salah satu sarana untuk mensukseskan alinea ke empat UUD 1945 “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” yang merupakan cita-cita luhur pendiri bangsa Indonesia. Sudah banyak tokoh-tokoh yang berpengaruh lahir karena kebiasaannya membaca buku.

 

Budaya membaca juga tidak bisa lepas dari budaya menulis, pemerintah seharusnya “open” (Jawa; memberi perhatian) akan hal seperti ini, dengan hitung-hitungan dan regulasi yang jelas, tentu akan menambah semangat para penulis dalam menerbitkan karya-karya terbarunya, atau bahkan kita sangat berharap muncul benih-benih baru penulis, sehingga mendorong minat baca masyarakat semakin tinggi.

 

Masalah berbeda dihadapi oleh pejuang literasi yang berjuang meningkatkan minat baca masyarakat. Mereka harus memperkenalkan manfaat membaca kepadamasyarakat awam, harga buku yang tinggi membuat keterbatasan buku sebagai alasan. Maka semua harus bersinergi membangun budaya literasi, agar misi mulia ini berjalan dengan sempurna.

 

Di era digital, manusia lebih dominan memengang smartphonedibandingkan memegang buku. Mereka enggan membawa buku-buku tebal, dengan alasan kuno, dan sebagainya. Maka,kami hadir sebagai solusi manusia jaman now, menebarkan virus-virus membaca kedalam smartphone.

 

Pustaka-Free.online hadir memberikan solusi bagi generasi milenial yang merinding ketika mendengar kata “perpustakaan”.Bagi mereka,perpustakaan adalah tempat terhoror. Kami membagikan e-bookgratis setiap hari yang bisa diakses oleh siapapun, dimanapun, dan kapanpun. Kami juga hadir pagi para insan-insan yang membutuhkan referensi namun dompet tak ada isi.

 

Pustaka-Free.online bergerak melintasi ruang dan waktu, berbagi apa yang selayaknya dibagikan, menulis apa yang selayaknya ditulis. Pendekatan inilah yang kami jalankan. Pustaka-Freemenggunggah kembali e-bookyang telah beredar didunia mayaatau sumber-sumber terpercaya lainnya. Kami massifkan virus-virus literasi ke segala penjuru sosial media, agar mereka tertarik dan ingin membaca e-bookyang telah dibagikan.

 

Kecenderungan masyarakat akan smartphone begitutinggi, pola jual beli pun berubah. Mereka lebih memilih online dibandingkan harus ke pasar tradisional atau supermarket. Peluang-peluang inilah yang kami tampung kemudian diaktulisasikan.

 

Kita berharap agar pemerintah segera menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada, pajak rendah dan buku murah serta solusi lain guna menerangi jalan sunyi literasi. Ini semua bertujuan agar kita memiliki SDM yang mumpuni, karena kita ingin bangsa ini menjadi bangsa unggul dalam berbagai hal. Sudah saatnya kita melangkah bersama, bergandengan tangan, bahu membahu untuk mencapai cita-cita luhur tersebut.

 

 

Ilham Azzam Khairur Rizqi,

Pegiat Literasi Griya Baca Komunitas, MPI PDM Kota Metro, Pengelola Pustaka-Free.Online

 


Tags: Pustaka-FreeOnline , KopdarnasPenggiatLiterasi , IlhamAzzamKhairurRizqi

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website