Majelis Pustaka dan Informasi - Persyarikatan Muhammadiyah

Majelis Pustaka dan Informasi
.: Home > Artikel

Homepage

Menyongsong Kopdarnas Literasi: GUBUK LITERASI IPM PONOROGO

.: Home > Artikel > Majelis
02 Desember 2017 23:36 WIB
Dibaca: 1482
Penulis : Hanif Irfan Faruqi

Pengunjung Perpustakaan terbuka PD IPM Ponorogo di Taman Kota GOR Ponorogo (Foto: Afi/PWMU.CO)

 

 

Akhir-akhir ini kita begitu familiar dengan istilah literasi. Dibanyak tempat tumbuh komunitas-komunitas kecil yang mendaku diri sebagai pelaku atau pegiat literasi. Mulai dari literasi bacaan, literasi media, literasi ekologi dan sebagainya. Apa sesungguhnya literasi dan mangapa perlu? Dari dua pertanyaan inilah setidaknya kita akan bergerak mencari tahu.

 

Sering kita temui dalam perspektif khalayak, bahwa literasi jamak diartikan sebagai kemampuan baca, tulis dan diskusi saja. Kegiatan yang terlihat angker bagi sebagian orang yang belum terbiasa. Namun, sejatinya ia tak hanya kegiatan semacam itu. Literasi memiliki akar yang sama dengan pendidikan rakyat, gerakan yang diilhami oleh Paolo Freire.

 

Belajar baca tulis bukan perkara keterampilan mengeja huruf dan menggoreskan tinta, melainkan upaya memberikan suara bagi mereka yang selama ini tidak pernah “bicara”. Pendidikan bukan upaya memindahkan pengetahuan dari mereka yang tahu kepada mereka yang tidak tahu, melainkan merupakan hubungan timbal balik antar mitra belajar dalam menghadapi masalah nyata. Semacam itulah ujaran Paolo Freire dalam bukunya Literacy: Reading the Word and  The World (2013).

 

Belajar membaca bagi Paolo Freire, adalah merangsang rasa ingin tahu si pembelajar agar ia bisa menulis kata, dan dengan demikian menamai dunianya sendiri. Hal ini menurutnya berguna agar bisa menamai dunia mereka sendiri dan merumuskan ulang hubungan mereka dengan kelompok lain. Menamai dunia sendiri -bukan dunia lain yang dipaksakan padanya, atau dunia bikinan yang tidak nyata- sangat mendasar bagi kedaulatan si pembelajar karena mampu membaca dan menulis berarti juga mampu mengubah dunia.

 

Literasi adalah pendidikan. ia bukan sekadar keterampilan menguasai alat seperti memotret, sekadar melakukan jepretan standart lalu sudah. Literasi juga bukan menggambar yang hanya asal pilih kuas dan tinta lalu menggores. Ia adalah laku reflektif atas realitas, itulah sejatinya literasi. Kerja pembelajaran dalam realitas kehidupan manusia. Literasi membuat manusia melek wacana, melek realitas, melek ilmu, dan haus karya bermanfaat. Literasi adalah laku pembelajar mengupayakan dunianya sendiri. Dan pada akhirnya menyambung sinergi untuk berkarya nyata dan luas (di berbagai bidang). 

 

 

Gubuk Literasi

 

Menangkap usaha sinergi kawan-kawan Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Ponorogo dan alumni akhir tahun 2016, tercetuslah sebuah gerakan untuk menggerakkan semangat keilmuan. Obrolan akhir tahun itu coba ditindaklanjuti dengan melakukan proyek pembuatan buku. Pada medio Juli 2017 bertepatan dengan Musyawarah Ddaerah ke-20 yang di gelar IPM Ponorogo, kami meluncurkan sebuah buku yang kami garap selama kurang lebih empat bulan. Kami memberi judul buku itu, Manifestasi Rasa. Hari itu juga Gubuk Literasi diresmikan, dibawah pengawasan Bidang Pengkajian Ilmu Pengetahuan PD IPM Ponorogo. Lahirnya buku Manifestasi Rasa juga memberikan harapan dan optimisme bahwa jika mau bergerak akan ada hasil belajar yang  didapatkan.

 

Semangat itu yang kami rawat, sampai kini. Karya kedua menunggu dikerjakan, juga masih berwujud buku antologi, kali ini melibatkan alumni. Sejatinya tak hanya semacam itu yang kami butuhkan. Kami masih mencari bentuk gerak dengan output yang nyata dan jelas. Semua usaha ini hanya berbekal semangat dan rasa ingin belajar. Belajar mengorganisir, belajar profesional, belajar menahan diri, dan tentu banyak belajar yang lainnya.

 

Namun, kami ingin yang lebih dari sekedar bergerak semacam itu, meminjam istilah Kuntowijoyo, bagaimana penghayatan internalisasi akan nilai-nilai (keagamaan) mampu diekspresikan dalam eksternalisasi. Kami ingin gerakan ini mampu menjadi laku pembawa nilai di wilayah praksisnya, umumnya bagi pelajar dan masyarakat Ponorogo dan khususnya bagi para pegiatnya sendiri.

 

Bermacam-macam kiblat kami cari, contoh gerak yang ingin kami adakan di lingkungan kami adalah diskusi rutin, seperti apa yang dilakukan di Rumah Baca Komunitas Yogyakarta, dan atau menulis produktif yang ringan semacam apa yang dilakukan komunitas Soto Babat Solo. Kegiatan kami sekarang masih sekadar menggelar lapak baca gratis di ruang publik, seperti taman kota, alun-alun dan tempat-tempat umum lainnya.

 

Kami berharap, pada acara Kopi Darat Nasional 8-10 Desember 2017 nanti mampu memberi kami wawasan dan ragam alternatif gerak, agar Gubuk Literasi mampu bertahan, berkembang dan kaya inovasi. Ditengah kuasa modal yang semakin merambah sendi terkecil kehidupan, upaya semacam inilah yang mampu kami lakukan untuk menjaga nyala semangat. Maka peran gerakan sosial alternatif dalam melakukan penyadaran massif amat sangat diperlukan guna melawan dominasi  dan hegemoni kekuatan modal yang jahat dan menyesakkan hidup.

 

Kegiatan kolektif semacam ini akan memberi banyak inspirasi gerak bagi yang baru memulai gerakannya. Perilaku kolektif akan memberikan dorongan terhadap suatu perubahan yang memiliki tujuan bersama. Dari sini harapan besar kami gantungkan untuk menemukan ragam gerak yang bisa diterapkan untuk Gubuk Literasi dan lokalitasnya. Sehingga gerakan kami nantinya akan lebih terarah, kaya dan inovatif.

 

Para nabi hadir ke dunia sebagai pembawa misi pembebasan. Pertama, misi pembebasan atas tuhan (politheisme) buatan manusia(berhala, api, matahari). Kedua, misi pembebasan dari kekuasaan yang sewenang-wenang, keserakahan penguasa dan pemilik modal yang menindas masyarakat. Dua dimensi pembebasan tersebut menandakan bagaimana nabi memiliki peran ganda, meyakinkan Ketuhanan Yang Esa dan mengawal kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat. Maka, sebagai muslim hendaknya kita menghayati internalisasi nilai (keagamaan) untuk melesat melakukan ekspresi eksternalisasi. Sehingga peran kita di muka bumi sebagai khalifah berjalan secara kaffah, hubungan individu meraih ridha Allah terpenuhi, dan membangun gerakan kolektif menegakkan keadilan juga terpenuhi. Maka, langkah terukur para pegiat literasi adalah menjaga nyala semangatnya dan tetap berfikir untuk ummat. Berkumpul, berbagi dan bergerak bersama. 

 

 

silakan baca tentang salah satu kegiatan Gubuk Literasi: Perpustakaan Terbuka di Taman Kota 

 


Tags: GubukLiterasiIPMPonorogo , KopdarnasPenggiatLiterasi , HanifIrfanFaruqi

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website