Majelis Pustaka dan Informasi - Persyarikatan Muhammadiyah

Majelis Pustaka dan Informasi
.: Home > Artikel

Homepage

Menyongsong Kopdarnas Literasi: EKOLITERASI, KONSEP PEMBELAJARAN EFEKTIF BERBASIS FITRAH MENGGEMBIRAKAN ANAK

.: Home > Artikel > Majelis
03 Desember 2017 03:14 WIB
Dibaca: 2223
Penulis : Uswatun Hasanah

Kak Vicky, Mas Aldino, Dek Fafa yangg antusias ikut menanam di kelas kreasi Ekoliterasi anak. @MabacaKomunitas

 

 

 

Anak adalah anugrah Tuhan yang luar biasa yang dititipkan kepada kedua orang tua untuk diasuh dan dirawat hingga memasuki masa dewasa. Masa kanak-kanak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan yakni kira-kira usia dua tahun sampai saat anak matang secara seksual. Ahli psikologi perkembangan Elizabeth Hurlock membagi masa kanak-kanak menjadi dua yaitu masa kanak-kanak awal dan masa kanak-kanak tengah dan  akhir. Masa kanak-kanak awal berlangsung dari usia dua hingga enam tahun dan masa kanak-kanak akhir dimulai dari usia tujuh tahun hingga usia tiga belas tahun atau anak matang secara seksual.

 

Pada masa kanak-kanak awal masa ini merupakan masa keemasan bagi anak (golden age). Pada masa ini perkembangan fisik, kognitif, sosial, bahasa, motorik,  moral dan lain sebagainya berlangsung dan mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Peningkatan kemampuan serta koordinasi dan pengendalian motorik yang baik ini mendukung anak untuk mengeksplorasi lingkungan. Terlebih dengan masa kanak-kanak tengah dan akhir, anak-anak berada dalam zona berbeda yang menjadi milik suatu generasi dengan pola pikir tersendiri. Masa kanak-kanak tengah dan akhir ini mereka lebih siap untuk belajar dengan menggunakan periode imajinasi yang lebih luas dibandingkan dengan periode perkembangan lainnya, anak-anak tersebut tidak hanya sekedar belajar atau menciptakan suatu hal tetapi mereka akan berusaha untuk menciptakan dan menikmatinya dengan sangat sempurna.

 

Seiring dengan kemampuan tersebut, pada masa kanak-kanak tersebut sepatutnya didukung oleh lingkungan dimana tempat anak belajar seperti lingkungan keluarga, sekolah dan tempat tinggal. Hal ini disebabkan oleh lingkungan yang memiliki efek langsung pada perilaku dan bagaimana anak merespon perilaku. Sebaliknya, anak juga akan memberikan respon positif bilamana lingkungan sosialnya mendukung (Essa, 2008). Oleh karena itu, untuk mendukung tumbuh kembang masa kanak-kanak agar optimal hal ini harus didukung dengan sebuah konsep pembelajaran yang dapat diterapkan dilingkungan sekolah khususnya sekolah dasar yakni membuat sebuah konsep pembelajaran efektif, aplikatif, dan menyenangkan, dari konsep tersebut pastinya akan membantu tumbuh kembang anak secara optimal.

 

Fakta yang terjadi, perkembangan zaman dan teknologi kini tak mampu membendung setiap manusia untuk mengakses infomasi dengan mudah dan tanpa batas, hal ini juga berlaku pada anak-anak usia sekolah dasar. Kondisi yang terjadi saat ini menimpa anak-anak yaitu sulitnya membedakan produk yang layak dikonsumsi oleh anak-anak ataupun orang dewasa. Anak-anak saat ini cenderung lebih mengetahui lagu-lagu orang dewasa dibandingkan lagu anak-anak, lebih menyukain tontonan yang tertuju untuk usia 17 tahun keatas, mengenakan busana layaknya orang dewasa, dan permainan tradisional yang saat ini mulai ditinggalkan. Dilansir dari berbagai sumber seperti (bandungbisnis, 2016) dan (astralife, 2016) yaitu maraknya kasus kekerasan seksual pada anak dan disebutkan pada tahun 2014 sekitar 5000 kasus kekerasan seksual pada anak terjadi, mirisnya anak tidak hanya sebagai korban namun anak juga sebagai pelaku.

 

Berbagai permasalahan tersebut, sepatutnya sekolah sebagai sumber regulasi anak harus mampu menegakkan tindakan preventif, kuratif, bahkan rehabilitatif pada anak dari maraknya permasalahan diatas. Berbicara mengenai pendidikan sekolah dasar merupakan sebuah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak usia enam atau tujuh tahun sampai dengan usia tiga belas tahun. Hal ini salah satunya dilakukan dengan pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Tujuannya untuk memberikan dasar keilmuan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta membangun kemandirian pada anak agar memiliki kesiapan memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut dan sebagai fondasi untuk menyongsong masa depan yang lebih baik. Mengingat bahwa anak-anak berbeda dengan orang dewasa, dimana potensi yang dimiliki anak harus terus selalu dikembangkan dan tidak memiliki karakteristik dan perkembangan tidak sama seperti orang dewasa akan tetapi masa kanak-kanak merupakan jembatan perkembangan untuk menjadi manusia dewasa seutuhnya.

 

Pendidikan sekolah dasar merupakan salah satu pendidikan yang fundamental bagi tahap tumbuh kembang seorang anak ditahap selanjutnya. Anak-anak usia sekolah dasar mengalami peningkatan dalam mengeksplorasi lingkungan lebih dalam. Hal ini ditandai dengan peningkatan kemampuan motorik yang disertai dengan peningkatan kemampuan berbahasa dan berinteraksi dengan orang lain. Desmita (2015) juga berpendapat bahwa perkembangan anak dari sisi kognitif juga mengalami peningkatan seperti kemampuan berimajinasi dan berpikir kreatif. Peningkatan tersebut patutnya didukung dengan konsep pendidikan dan kondisi lingkungan yang kondusif.

 

Ironisnya, pada abad ke 21 saat ini pelbagai penelitian dari para ahli menunjukkan bahwa eksistensi lingkungan hidup dan kelestariannya secara signifikan mulai terancam. Maraknya kerusakan alam dan perubahan iklim dunia menjadi masalah terbesar yang dihadapi umat manusia pada saat ini. Orientasi manusia pada saat ini adalah melakukan pembanguanan tanpa mempertimbangkan harmonisasi antara pembangunan dan kelestarian alam. Pembangunan yang terus dilakukan untuk memenuhi kepentingan sebagian golongan saja dan merugikan banyak golongan. Berakar dari permasalahan tersebut pendidikan berwawasan lingkungan akhir-akhir ini sedang naik daun dan diminati penerapannya di dunia pendidikan.

 

Konsep pendidikan sekolah dasar berbasis lingkungan merupakan sebuah rencana konsep pendidikan yang berpusat pada anak. Konsep pendidikan ini dirancang dalam salah satu teknik pembelajaran dengan nama ekoliterasi pendidikan sekolah dasar. Tujuan dari konsep ini adalah untuk menciptakan generasi yang peduli terhadap lingkungan, sehat secara mental, fisikal dan peduli terhadap keberlanjutannya. Eva Essa mengungkapkan bahwa sepatutnya sejak dini anak sudah seharusnya diajarkan untuk bertanggung jawab dengan lingkungannya. Jika anak sejak dini dibentuk dan memiliki empati dengan lingkungan sekitar maka anak sedini mungkin menjadi agen kecil dalam menyelamatkan lingkungan dan mementingkan keberlanjutannya. Anak juga tidak hanya dibina untuk peduli terhadap lingkungan tetapi juga terhadap lingkungan belajar yang sesuai dengan fitrahnya dan konsep ekoliterasi mampu menjadi wadah optimal bagi tujuan tersebut.

 

Konsep ekoliterasi berarti keadaan dimana orang sudah tercerahkan tentang pentingnya lingkungan hidup atau ekoliterasi merupakan gambaran kesadaran tantang pentingnya lingkungan hidup. Orang-orang yang menerapkan konsep ekoliterasi merupakan orang-orang yang sudah menyadari betapa pentingnya lingkungan hidup, pentingnya merawat, menjaga bumi, ekosistem alam sebagai tempat tinggal dan berkembangnya kehidupan (Keraf, 2014). Atas dasar dan digerakkan oleh kesadaran inilah pendidikan tertuju untuk sekolah dasar dicanangkan agar anak-anak sejak dini memiliki kesadaran serta mampu menata gaya hidupnya menjadi gaya hidup yang selaras dengan lingkungan. Lalu, dari kesadaran tersebut menjadi tuntunan hidup dalam segala dimensi hingga menjadi sebuah budaya yang merasuki semua elemen masyarakat yang akhirnya menciptakan generasi yang berkelanjutan. Kita semua perlu menyadari bahwasanya bumi tempat kita berpijak saat ini bukanlah milik manusia yang hidup pada masa kini melainkan miliki generasi setalah kita dan seterusnya. Pemahaman ini harus selalu ditanamkan guna terciptanya sustainable society.

 

Menurut hemat penulis, konsep ekoliterasi ini dapat menjadi terobosan baru dalam teknik pembelajaran efektif-menyenangkan dan sesuai dengan fitrah anak. Konsep ekoliterasi dalam pendidikan sekolah dasar merupakan konsep pendidikan yang berpusat pada anak, secara keseluruhan dan menaruh perhatian pada perkembangan fisik, kognitif, dan sosial emosi anak. Instruksi yang diatur berdasarkan kebutuhan, minat, dan gaya belajar anak. Dalam hal ini, seluruh pendidikan anak sekolah dasar yang merefleksikan filosofi yang dirangkai dalam aktivitas khusus kemudian dapat membentuk anak secara holistik dan terintegrasi. Teknik pembelajaran yang berdasar pada konsep ekoliterasi pada siswa sekolah dasar juga bukan hanya sekedar kumpulan kegiatan melainkan kerangka perkembangan yang koheren belajar dari pengalaman dan mencapai apa yang telah ditunjukkan. Santrock (2011) menambahkan Penekanan diletakkan pada proses belajar dibandingkan pada apa yang dipelajari. Lebih lanjut, Santrock juga menjabarkan ada tiga prinsip dasar pendidikan berpusat pada anak yaitu; (1) setiap anak mengikuti pola perkembangan yang unik, (2) anak-anak belajar melalui pengalaman langsung dengan berbagai orang dan materi, (3) dan bermain merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan anak secara total. Berkesperimen, bereksplorasi, menemukan, mencoba, melakukan restrukturisasi, berbicara dan mendengarkan, aktivitas-aktivitas tersebut dapat mendasari pada konsep ekoliterasi pada pendidikan sekolah dasar.

 

Dalam rangka mewujudkan hal tersebut dibutuhkan ruang terbuka yang teduh sebagai ruang belajar bagi anak. Selain itu, untuk mewujudkan konsep ekoliterasi dibutuhkan fasilitas-fasilitas yang menunjang tumbuh kembang anak seperti yang membantu mengasah kemampuan motorik kasar anak dengan pengadaan rumah pohon, lapangan untuk bermain, lahan kosong untuk latihan cocok tanam, jalan-jalan ke kebun binatang, dsb. Pembelajaran pada anak harus mengajarkan anak untuk memiliki ketertarikan pada tubuh, hewan,tumbuhan dan mahluk hidup lainnya, anak juga dapat mengobservasi dan mempelajari hewan disekitar sekolah, dan anak juga dapat mengembangkan pemahaman mereka tentang dunia dengan belajar mengenai tumbuhan, fungsi, kebutuhan, nilai estetik, dsb. Model pembelajaran tersebut dapat disisipkan dalam beberapa pertemuan mata pelajaran ilmu pengetahuan alam, olahraga, kesenian, dan agama.

 

Lalu untuk menunjang aspek motorik halus dan juga kognitif anak guru dapat memberikan program belajar menggunakan tumbuh-tumbuhan, biji-bijian sebagai media belajar matematika, pengelolaan kertas bekas yang nantinya akan dibuat kerajinan, art, atau sebagai media penunjang proses belajar efektif-menyenangkan. Untuk menunjang aspek sosio-emosi anak, siswa diajak untuk melakukan trip ke tempat wisata, berkebun atau bercocok tanam bersama para petani, mendaur ulang barang-barang bekas bersama teman-temannya, membentuk kelas memasak bagi anak-anak dan sumber masakan anak-anak dapat memperolehnya dari kebun sekolah, kegiatan-kegiatan tersebut tidak hanya bersifat konstruktif namun akademik karena anak tidak hanya mempraktekkannya tetapi juga belajar secara langsung, melihat, mengamati proses pembelajarannya. Anak juga sejak dini belajar untuk mencintai lingkungan tidak hanya lingkungan alam yang ditekankan melainkan lingkungan sosial juga turut menjadi perhatian mengingat keduanya memliki relasi.

 

Melalui konsep ekoliterasi ini ruang kelas bukan menjadi hal yang monoton bagi siswa dalam menerima stimulasi pembelajaran. Lingkungan outdoor harus berukuran lebih besar kerena tempat tersebut merupakan tempat dimana anak-anak dapat meningkatkan sosialisasi, kognitif, bahasa, pengembangan, eksplorasi, sensorik, dan apresiasi terhadap alam. Aspek-aspek lain juga dapat dikembangkan melalui kurikulum ini seperti aspek kognitif yaitu anak dapat belajar sains misalnya dengan mengamati proses tumbuh kembangnya tumbuhan atau mengamati hewan. Tidak hanya itu, aspek bahasa anak-anak diajak untuk belajar melalui story telling dari guru-guru dengan memberikan cerita yang dapat memberikan anak pengetahuan tentang lingkungan dan juga guru dapat mengajak anak untuk bermain peran dengan menggunakan media barang-barang bekas yang dapat digunakan sebagai kostum ataupun alat musik. Guru mengajari anak-anak untuk membuat baju dari daun, dari kertas bekas, botol bekas atau kaleng dapat menjadi alat musik dan sebagainya. Tidak hanya itu, konsep ekoliterasi ini menekankan pembelajaran anak pada bermain, karena bermain harus mengakomodasi semua kurikulum.

 

Kurikulum ini dapat diterapkan diwilayah manapun yang terdapat di seluruh Indonesia. Untuk menerapkan sistem pembelajaran ekoliterasi tidak perlu membutuhkan ruang yang luas, dana yang lebih, dan bangunan yang mewah. Konsep dari teknik pembelajaran efektif ini dapat diterapkan baik dilingkungan perkotaan terlebih pedesaan. Hadirnya konsep ekoliterasi ini dalam pendidikan sekolah dasar menjadi solusi dari permasalahan yang dihadapi saat ini. Sejatinya seorang anak yang sedang dalam masa kanak-kanak sepatutnya diberi stimulasi yang baik, tidak monoton belajar hanya dalam ruangan terlebih ruangan yang sempit dan sama sekali tidak memberikan stimulasi dari luar ruangan, tidak kaku dan harus ramah terhadap fitrah anak.

 

Melalui konsep ini, anak dibantu untuk menemukan fitrahnya sebagai manusia yang seutuhnya. Manusia yang seutuhnya merupakan manusia yang peduli dengan lingkungan sekitar dalam hal ini lingkungan alam dan sosial dan peduli terhadap keberlanjutannya. Di sisi lain, anak juga tidak akan tergantung dengan gadget ataupun tontonan yang disajikan di televisi yang beberapa tidak memiliki mutu yang baik dan tidak pantas dipertontonkan pada anak-anak. Konsep ini, anak sudah menemukan media untuk bermain dan belajar dengan cara lebih menyenangkan, tidak membosankan dan tentu saja memberikan manfaat yang optimal bagi tumbuh kembang anak, dan membantu anak untuk mencapai masa yang bermakna dan menyenangkan.

 

Sebagai penutup dalam tulisan ini, alam telah memberikan banyak ilmu pengetahuan dengan menampilkan beragam proses dan gejala dengan penuh harmoni, kembali kealam dan menjaga keberlangsungannya menjadi kunci dalam pembelajaran efektif-menyenangkan pada anak. Belajar tidak hanya sebatas aktivitas didalam ruang kelas, bermain, memanfaatkan hasil alam sekitar juga sebuah proses pembelajaran yang menyenangkan. Tugas kita sebagai pendidik, orangtua, pemerintah, dan masyarakat untuk membantu menciptakan suasana yang kondusif untuk proses pembelajaran pada anak. Jika anak mencintai lingkungannya sejak dini, sudah sangat jelas kecintaan anak untuk memajukan negara dan bangsa akan semakin besar.

 

 

Referensi:

Desmita. 2015.Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosda Karya

Essa, Eva. L. 2008. Introduction to Early Childhood Education. Canada: Delmar Learning.

Hurlock, E. 2004. Psikologi Perkembangan Sebagai Suatu Pendekatan sepanjang   Rentang Kehidupan. Edisi kelima. Terjemahan Bahasa Indonesia oleh

            Istiwidianti, dkk. Jakarta: Penerbit Erlangga

Keraf, Sonny. 2014. Filsafat Lingkungan Hidup: Alam Sebagai Sebuah Sistem Kehidupan.  Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Santrock, J.W. 2011. Life Span Development 13th Edition. New York: McGraw-Hill

 

Situs Online:

www.bandungbisnis.comdiakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul 21.00

www.astralife.co.iddiakses pada tanggal 8 oktober 2017 pukul 21.15

 

 

Uswatun Hasanah, S.Psi., 

Pegiat  Literasi Rumah Baca Komunitas, Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah

Email: uhasanah1709@gmail.com

 

catatan Admin: Asli artikel ini berjudul: 

“Ekoliterasi: Sebuah Konsep Pembelajaran Efektif, Berbasis Fitrah Anak dan Menyenangkan bagi Siswa Sekolah Dasar” 


Tags: Ekoliterasi , KopdarnasPenggiatLiterasi , UswatunHasanah

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website