Majelis Pustaka dan Informasi - Persyarikatan Muhammadiyah

Majelis Pustaka dan Informasi
.: Home > Artikel

Homepage

Menyongsong Kopdarnas Literasi: *BERFILSAFAT TAK BERAT-BERAT*

.: Home > Artikel > Majelis
01 Desember 2017 15:39 WIB
Dibaca: 1281
Penulis : Arif Saifudin Yudistira

 

 

                Bermula dari sebuah gagasan untuk membuat orang berkumpul, saling berbagi, bercerita, berkumpul, untuk saling memberi dan menerima. Maka berkumpullah teman-teman mahasiswa di kontrakan saya. Kontrakan berada di pagelaran Kartasura. Waktu itu, masih numpang di tempat bapak angkat saya. Saya masih ingat betul, obrolan waktu itu bertema “pohon”. Tema itu menjalar kemana-mana. Ada kurang lebih puluhan orang yang waktu itu masih menggebu-gebu kumpul. Kata “kumpul” ini memang sudah semakin jarang. Waktu itu ada Iklas, ada Wahyudi, Alif, Budi, Syahrul, Luxy, Ihwan, dan ada empat teman lain yang tak begitu saya ingat namanya, mereka mahasiswa semester bawah.

 

                Orang-orang itu lalu berkumpul, berniat untuk ngobrol, dan terus sinau. Dari itulah, kami berencana mengobrolkan tema-tema ringan, sederhana. Orang-orang itu kemudian menyebut tema-tema ringan ini sebagai filsafat. Sebagai sebuah perkumpulan bersama, maka kami pun berkehendak untuk membuat nama dari sebuah perkumpulan ini. Dalih berliterasi adalah sebuah upaya agar membaca, menulis, mengurusi buku tak mati sampai tua. Maka tercetuslah nama “Pondok Filsafat Solo”. Nama ini memang sengaja digaungkan agar filsafat tak terkesan berat dan menjadi akrab. Kita berkehendak filsafat itu adalah mengobrol, berbincang, dan bersama bergerak membaca dan menulis.

 

                Dua tahun sudah berjalan, setelah berjalan selama satu tahun, maka ada niatan dari seorang teman untuk bergerak membentuk taman bacaan. Maka, Syahrul dan beberapa teman membentuk “Srawung”. Kini, kegiatan ngobrol, diskusi dan berliterasi pun lebih semarak.

 

                Waktu berjalan, Pondok Filsafat pun tak lagi ramai seperti dulu. Kini tinggal rumah kontrakan dan buku-buku. Buku-buku itu pun kadang mengundang teman untuk berkunjung, hingga ajakan ngobrol hingga larut malam. Sebagai tuan rumah alias penunggu buku-buku, tentu saja ajakan itu masih bergaung kepada teman-teman atau siapapun yang hendak dolan, meminjam buku, atau saling mengobrol di sana.

 

                Di tahun 2017, terbitlah buku kumpulan esai bertajuk “Buku, Kata, Kita” (2017). Buku ini setidaknya sebagai sebuah jejak berliterasi yang saya lalui. Pondok Filsafat pun menempel di cover buku. Kini, memang ada sebuah gagasan, untuk meneruskan berliterasi, mengajak untuk menerbitkan buku bersama teman-teman.

 

                Kami memang berencana membuat buku jadi bernilai bagi publik, sehingga membaca dan menulis bukanlah sesuatu yang sulit. Mendekatkan buku kepada publik memang tak mudah, tapi melalui tulisan di media massa kita berkabar, kita mengajak, bahwa kerja literasi bisa kita lakukan bersama-sama.

 

                Di tahun 2017 pula, tulisan nongol di Koran Tempo, bersama embel-embel tuan rumah Pondok Filsafat Solo. Saya memang bukan ketua, bukan pula pengurus, saya hanya tuan rumah yang menjaga buku-buku itu. Dari kerja literer itu setidaknya publik jadi mengerti, bahwa Pondok Filsafat hanyalah rumah kontrakan, tempat ngobrol, tempat beradu gagasan dan pikiran bersama dalam kerja literer tak selesai…

 

 

Arif Saifudin Yudistiratuan rumah Pondok Filsafat Solo


Tags: BerfilsafatTakBerat-Berat , KopdarnasPenggiatLiterasi , ArifSaifudinYudistira

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website