Majelis Pustaka dan Informasi - Persyarikatan Muhammadiyah

Majelis Pustaka dan Informasi
.: Home > Artikel

Homepage

Membaca Serikat Taman Pustaka dari Lorong Seberang: Sedikit Coretan untuk Kopdarnas Penggiat Literasi

.: Home > Artikel > Majelis
14 November 2017 03:25 WIB
Dibaca: 1704
Penulis : W. Yono

Mulai Tank Hingga Keledai, Ini 7 Perpustakaan dengan Konsep Paling Unik di Dunia INOVASI LITERASI: Budiman (kiri) ditemani Lurah Semolowaru Suwarti (dua dari kiri) menunjukkan Dorkas Perpus Keliling di Semolowaru.

ilustrasi gambar: Perpustakaan Tank (kiri); Dorkas Perpustakaan Keliling (kanan) | sumber: google

 

 

Fragmen 1

 

Di pinggiran sebuah desa yang jauh dari episentrum Literasi, Bapak yang jenggotnya mulai memutih itu tengah asyik menata lembar-lembar majalah bekas di serambi musholla, tempat dia biasa sholat dan bersih-bersih musholla.

 

Majalah-majalah itu berserakan tidak beraturan, sehabis dibolak balik dan dibaca sebagian anak-anak yang sore itu habis mengaji. Majalah-majalah lusuh itu dia dapatkan dari tukang loak keliling. Dia beli kiloan. Dia bersihkan dan ditata seadanya. Diletakkan di sebuah bangku kecil yang mulai agak reyot. Disuguhkan kepada anak-anak yang mengaji di musholla. Begitu saja. Tidak lebih.

 

“Siapa saja bisa menjadi penggerak literasi” (Dauzan Farook)

 

 

Fragmen 2

 

Seorang pengusaha muda sangat bergairah mengembangkan bisnisnya di sebuah kota kecil. Sebuah kota yang bersolek dengan banyaknya industrialisasi.  Sang pengusaha muda, dengan menyingsingkan lengan bajunya, terus merambah sektor-sektor usaha baru yang belum ada pesaingnya di kota kecil tersebut. Waktunya sedikit demi sedikit terkuras. Tandas. Dihabiskan berlarian dari satu kota ke kota lainnya. Dari satu relasi ke relasi lainnya. Dari satu konsumen ke konsumen lainnya. Sampai sang pengusaha muda terperangah. Ada yang kurang. Ada yang kosong di dalam palung hatinya.  Sampai akhirnya, ia putuskan untuk mendesain salah satu mobil bak miliknya, sedemikian rupa. Ia penuhi mobil itu dengan berbagai jenis buku. Entah ratusan, mungkin sudah ribuan. Ia tugasi dua karyawannya untuk membawa mobil itu ke alun-alun kota, setiap sore. Tanpa jeda. Tanpa hari libur. Agar masyarakat kotanya bisa menikmati setiap menu bacaan, yang tersedia di mobil itu. Begitu saja rutinitasnya. Tidak lebih.

 

“Siapa saja bisa menjadi penggerak literasi” (Dauzan Farook)

 

 

Fragmen 3

 

Pagi itu. Di sebuah lapak warung kopi di pinggir pasar. Terlihat seorang pemuda sedang asyik dengan gadget- nya. Umurnya mungkin 30-an tahun atau bahkan nyaris 40 tahun. Entah. Yang pasti, ia masih lajang. Kata orang jomblo. Sambil menyeruput kopinya yang masih mengepulkan asap dia berselancar dengan gadgetnya. Membuka laman-laman media sosial. Keningnya berkerut. Keringat mulai menyerumbul dari pori-porinya. Ia temukan banyak orang berkegiatan. Lalu lalang mengabarkan aktifitasnya. Ia temukan nama-nama asing di gawainya. Ada David Efendi yang entah apa pekerjaan utamanya. Gak jelas. Ia temukan juga nama Nirwan Ahmad Arsuka yang entah dari mana asalnya. Juga kawan-kawan dari David dan Nirwan. Banyak sekali.

 

Ia letakkan sejenak gawainya. Ia kembali menyeruput kopinya yang sudah mulai dingin. Matanya nanar. Pikirannya berkelebat entah kemana. Lalu ia ambil kembali gawainya. Kembali berselusur. Menyusuri lorong-lorong Facebook. Kali ini ia temukan frasa-frasa asing di faset mata majemuknya. Matanya menangkap Rumah Baca Komunitas. Berselancar lagi. Kemudian jarinya berhenti. Matanya bersitatap dengan Pustaka Indonesia Bergerak. Semakin lama semakin banyak. Ada TBM-TBM dengan berbagai nama. Rumah Baca Rumah Baca dengan berbagai merk. Sesekali matanya silau ketika bersitatap dengan Rumah Baca Cahaya. Ada Serikat Taman Pustaka. Ada Kopdarnas. Ada Literasi. Entah apa lagi.

 

Kopinya sudah tandas. Mata pemuda itu menerawang. Pertanyaan berkecamuk dalam benaknya. Kenapa semua yang berseliweran di media sosial itu tidak ada satupun yang terjadi di desanya. Apakah bisa seperti mereka. Bagaimana caranya beraktifitas seperti itu. Tanya kepada siapa. Ah........

 

“Siapa saja bisa menjadi penggerak literasi” (Dauzan Farook)

 

 

Itu hanya beberapa fragmen. Masih banyak lagi fragmen-fragmen yang berserakan di rimba belantara literasi. Datang dari sudut-sudut kota. Pelosok-pelosok desa. Tepian-tepian sungai dan laut. Lereng-lereng ngarai dan bebukitan. Dan entah darimanapun. Banyak diantara mereka para pelaku, penggerak dan pegiat literasi bermunculan dari latar belakang yang berbeda. Ada yang pintar menulis dengan memakai istilah-istilah ilmiah, ada yang hanya bisa bermain kata. Ada yang cuma bisa corat coret. Ada yang hanya bisa bercerita. Bahkan mungkin hanya bisa menganggukkan kepala. Tapi ada satu kesamaan mereka. Mereka sama-sama mengusung tekad. Sama-sama memanggul semangat untuk memajukan sesama. Agar masyarakat melek pengetahuan, melek baca tulis, melek literasi atau apapun istilah dan sebutannya.

 

Kopdarnas Pegiat Literasi sebagai sebuah ihtiar dari Majelis Pustaka Informasi PP Muhammadiyah untuk membangkitkan kembali budaya literasi di lingkungan Muhammadiyah patut untuk diapresiasi. Pembentukan Serikat Taman Pustaka, atau apapun istilahnya, nanti juga patut disyukuri.

 

Tapi kalau Kopdarnas dimaknai hanya sebagai sebuah ajang untuk berkumpulnya para pelaku, penggerak dan pegiat literasi dengan syahwat menulis yang membuncah, jangan berharap Serikat Taman Pustaka bisa mengecambah di ruang-ruang amal usaha Muhammadiyah…

 

Seandainya kegiatan Kopdarnas itu hanya dijadikan sebagai sarana berkumpulnya pelaku, penggerak dan pegiat literasi dengan titel kesarjanaan bertumpuk, kemudian ramai-ramai mendaki menara gading sambil membusungkan dada, maka jangan berharap Serikat Taman Pustaka bisa tampil megah layaknya Pustaka Indonesia Bergerak, TBM atau Rumah Baca Asma Nadia.

Saya berharap Kopdarnas Pegiat Literasi, yang akan dihelat di UM Surakarta ini, bisa ramai dan berwarna, sehingga bisa menjadi pemercik api tekad dan semangat semua orang, semua kalangan, untuk menumbuhkan budaya literasi di lingkungan Muhammadiyah khususnya dan masyarakat pada umumnya. Bukan sekedar tempik sorak segelintir orang yang jumawa.

Jumawa itu akan tetap bernama jumawa meski berselimut pena dan tinta.

Kesombongan itu akan tetap bernama kesombongan meski berkalung sorban (David Efendi, Entah kapan)

 

“Siapa saja bisa menjadi penggerak literasi” (Dauzan Farook)

Selamat BerKopdarnas !

 

Image result for fauzaan farook mabulir

Mbah Dauzan Farook (Alm), 80 tahun, Perpustakaan Mabulir, di Kauman Yogyakarta


Tags: MembacaSerikatTamanPustaka , KopdarnasPenggiatLiterasi , MajelisPustakadanInformasi

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website