Majelis Pustaka dan Informasi - Persyarikatan Muhammadiyah

Majelis Pustaka dan Informasi
.: Home > Artikel

Homepage

DAUZAN LIBRARY

.: Home > Artikel > Majelis
10 Februari 2018 05:54 WIB
Dibaca: 3235
Penulis : David Efendi

Image result for perpustakaan sd muhammadiyah 4 pucang surabaya  Image result for perpustakaan sd muhammadiyah 4 pucang surabaya

 

 

Karena MPI Ngagel, awal Februari 2018 saya mendapatkan kesempatan untuk berkunjung ke SD Muhammadiyah 4 Surabaya atau yang orang lebih mengenalnya sebagai SD Muhammadiyah Pucang. Salah satu SD unggul yang sangat tenar di Indonesia, setidaknya, sejak beberapa tahun yang lalu. Saya sudah sangat familiar dengan sekolah ini karena seringkali dijadikan bahan pembicaraan di berbagai forum dan media. Sekolah ini sangat luar biasa hebat dimulai dari bangunan dan pelayanan pendidikan, dan pasti saja karena prestasi guru dan murid-muridnya. Selain majalah sekolah yang bagus dan juara di SD Muhammadiyah Pucang ini, satu hal yang membuat saya terpanah dan terkesan berat adalah nama perpustakaan yang terletak di lantai dua sekolah ini dengan nama "Dauzan Library."

 

Tidak lain dan tidak bukan, Dauzan yang disematkan dalam perpustakaan tersebut adalah Dauzan Farook, yang lahir di Kauman, anak seorang pengurus Taman Pustaka Muhammadiyah, dan seorang tentara di zaman revolusi, yang setelah pensiun kemudian membangun kerajaan pengetahuan yang dinamakan "Mabulir" (Majalah Buku Keliling Bergilir). Beliau kemudian kerap disebut dalam berbagai kesempatan dan dicitrakan dalam berbagai disain visual sebagai Pejuang Literasi. Beliau juga dapat dikatakan sebagai sang pemula perpustakaan bergerak. Menurutnya, bukti pengembalian kebaikan negara dari uang pensiun, sebagai pensiunan tentara veteran pejuang, adalah perpustakaan yang dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. Inisiasi perpustakaan ini sebagai bentuk terobosan di saat negara masih belum stabil. 'Proaktif, gratis dan tanpa birokrasi' adalah tiga pilar penting dari gerakan literasi Dauzan Farook. Tiga kata kunci ini juga yang telah menginspirasi banyak orang dalam gerakan literasi, sampai dengan hari ini.

 

Image result for dauzan library sd muhammadiyah pucang Dauzan Farook (wafat pada 6 Oktober 2007), adalah pejuang literasi yang tangguh. Ia teladan kaum muda. Pada waktu perang kemerdekaan di Yogyakarta, 1946-1949, Dauzan adalah tentara gerilya, pemanggul tandu Panglima Besar Jenderal Sudirman. Namun, selaku tentara resmi yang terakhir berpangkat Letnan Dua ini, setahun setelah Serangan Oemoem 1 Maret 1949, Dauzan mengundurkan diri dari dinas ketentaraan. Ia memilih berdagang, meneruskan usaha ibunya, berdagang batik dan emas yang kemudian menjadi korban resesi global (tidak bisa dilanjutkan usahanya). Namun demikian, kecintaannya sejak kecil pada buku (orang tuanya memiliki banyak buku yang kerap menarik perhatiannya), hal ini juga membuatnya memilih bekerja menjadi distributor buku, hingga akhirnya terus berjuang agar masyarakat menjadi reading society. Ketika banyak orang mengembangkan multi level marketing, Dauzan Farook mengembangkan multi level reading, yaitu dengan Perpustakaan Mabulir-nya.

 

Dalam perjuangan literasinya, ia mendatangi orang-orang di pasar, para kuli gendong, juga para tukang becak, anak-anak kampung, dan narapidana di penjara, dengan bersepeda lengkap dengan keranjang bambu (keronjot) tempat menaruh buku. Ia sodorkan buku-buku dan majalah, termasuk majalah Suara Muhammadiyah yang dibendel dengan majalah lain. Buku yang dibawa dan diedarkan tersebut sudah dipilih. Setelah semakin udzur, beliau tidak kuat lagi naik sepeda onthel seorang diri, lalu ia menyewa sepeda motor harian (1000/hari) untuk perpustakaan keliling dengan dibonceng karyawannya. Atau, sering pula ia hanya berjalan saja, sekuat kaki melangkah di seputar Kampung Kauman dan sekitarnya, sambil memanggul sebuah tas lusuh penuh berisi buku dan majalah.

 

Menurut salah satu sumber, ada kurang lebih sepuluh ribu buku digerakkan oleh Dauzan selama berpuluh tahun hingga ia meninggal di usia 81 tahun. Terdengar kabar bahwa rumah perpustakaan Dauzan kini telah rata oleh tanah. Banyak orang bertanya-tanya, bagaimana bukunya, mengapa itu terjadi menjadi pertanyaan yang saya tidak bisa menemukan jawaban. Tahun 2014, seorang tokoh besar Kauman, Ketua Takmir Masjid Gedhe menyampaikan kepada saya, agar saya menemui ahli waris Pak Dauzan untuk menanyakan buku-buku dan mengelolanya jika memungkinkan. Sayangnya saya pun belum berkesempatan menemui keluarga tersebut. Namun demikian, spirit Dauzan telah bergaung kemana-mana, di saat 2014, dimana saya dan teman-teman di Rumah Baca Komunitas memutuskan membuka perpustakaan jalanan di Alun-Alun Kidul Jogjakarta, dengan konsep yang serupa dengan Perpustakaan Mabulir-nya Dauzan Farook. "Siapa saja dapat menjadi penggerak literasi", itu salah satu mantra Dauzan yang kami maknai dalam pertempuran sehari-hari menjadi pegiat literasi.

 

 

 

"Bubar di Jogja, lahir di Surabaya," salah satu kalimat yang sempat keluar dari mulut saya, ketika berbicara dengan kepala sekolah SD Muhammadiyah Pucang yang menemani saya melihat Dauzan Library, perpustakaan SD ini. Perpustakaan yang didesain nyaman, tata ruang yang efektif, dilengkapi multimedia dan panggung mini, menjadikan perpustakaan ini memiliki daya tarik tersendiri. Untuk ukuran SD, perpustakaan ini tidak kalah dengan kid corner di perpustakan kota yang pernah saya kunjungi, baik di Malang maupun kota Yogyakarta. Sekilas saya melihat koleksi buku-buku berkualitas, dan beberapa anak asyik membaca buku-buku dan juga berdiskusi. Ya, saya setuju sekali, perpustakaan itu tidak harus besar dan megah, tetapi prinsip dasarnya adalah bagaimana menjadikan orang-orang terpaut hatinya dan betah untuk menjalani aktifitas membaca dan sebagainya di rumah pengetahuan ini.

 

Pengakuan Pak Eddy Susanto, kepala sekolah SD Muhammadiyah 4 Pucang ini, sosok Pak Dauzan tersebut didapatkan dari membaca dan menelusuri secara serius di internet. “Perjuangan Dauzan Farook sangat cocok dan inspiratif, sehingga saya memutuskan untuk memberikan nama perpustakaan ini dengan nama 'Dauzan Library' dengan harapan perpustakaan ini akan menginspirasi anak-anak didik serta guru untuk menghargai pengetahuan dan menyebarluaskan sebagai penguat bangsa”.

 

Penamaan Dauzan Library ini tentu saja sangat menarik karena beberapa alasan yang saya ajukan.

Pertama, tidak semua sekolah di republik ini memiliki nama khusus untuk perpustakaan sekolah. Pemberiaan nama yang mengandung unsur filosofis dan penokohan adalah suatu hal yang sangat perlu dicatat dalam hasanah lembaga pendidikan di Indonesia. Kedua, tak kalah menariknya dengan penamaan Dauzan ini adalah karena disaat jejak perjuangannya di Kampung Kauman lenyap karena secara fisik bangunan sudah rata dengan tanah, dan ternyata nama ini berdiri kokoh di sebuah sekolah Muhammadiyah yang maju, unggul dan juara.

 

https://i2.wp.com/www.pwmu.co/wp-content/uploads/2017/05/Perpustakaan-SD-Muhammadiyah-4-Pucang-Surabaya-2-180x300.jpg?resize=180%2C300&ssl=1

Gerakan literasi di sekolah ini juga cukup menggembirakan. Sudah ada program 15 menit membaca, mendorong guru menulis, mengikutkan guru-guru dan pustakawan meningkatkan kapasitasnya dengan mengikuti beragam pelatihan. Majalah sekolah dengan nama majalah Arba’a terbit setahun tiga edisi. Dalam majalah ini terlihat antusiasme berkarya baik siswa maupun gurunya. Ada juga beberapa buku termasuk novel telah terbit dari sekolah ini.

 

Selain itu, perpustakaan mini di ruang-ruang kelas juga dibangun dan dihidupkan siswa-siswinya.  'Perpustakaan Mini' ini dikelola siswa, bukunya berasal dari penggalangan oleh siswa dan orang tua siswa. Ada beragam buku yang menarik di luar buku mata pelajaran yang terpajang di tiga almari rak buku, di salah satu ruang yang sempat saya kunjungi. Gerakan literasi ini rupanya telah banyak mewarnai kehidupan sekolah, dan rupanya telah menentukan takdir teladan sekolah ini.

 

Semoga pilihan sadar ini benar-benar memberikan makna dan spirit pencerahan yang luar biasa bagi anak didik, khususnya di sekolah Muhammadiyah Surabaya, juga bagi keluarga besar Muhammadiyah. Sosok Dauzan adalah pejuang perdamaian dan kemanusiaan melalui pembumian pengetahuan yang sangat perlu ditauladani oleh semua anak bangsa. Akhirnya, selamat untuk SD Muhammadiyah Pucang Surabaya, yang telah memilih nama besar dan legendaris. Semoga dakwah berkemajuan senantiasa mengiringi setiap langkah perjuangan pendidik Muhammadiyah.[]

 

 

 

David Efendi, Ketua Serikat Taman Pustaka Muhammadiyah

 

artikel ini dimuat juga di:  rumahbacakomunitas.org


Tags: DauzanLibrary , PerpustakaanDauzan , DauzanFarook , SDMuhammadiyah4PucangSUrabaya

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website